Tuesday, June 26, 2012

di kota yg baru

Di malam yang dingin kusetubuhi Mbak Andini. Dia menggoyangkan tubuhnya, dari gerakannya, aku tahu kalau Mbak Andini sudah mulai terangsang. Kedua puting susunya keras merekah mengundang birahi. Buah dadanya yang bulat utuh bergerak naik turun seiring desah nafasnya yang tertahan. Butiran keringat kecil yang mengalir turun menyusuri buah dada yang kenyal berukuran 34 cup B.

Matanya yang bening tidak berkedip untuk beberapa saat menyaksikan burungku yang bergerak perlahan menegang. Kemudian matanya terpejam dan kepalanya mendongak ke atas, ketika kedua tangannya meremas kedua buah dadanya. Dengan ekspresi gigi atasnya yang rata menggigit bibir bawahnya yang mungil, tangannya berhenti dan sejenak berputar-putar mengusap buah dadanya. Ya.. tangannya juga mungil, sehingga tidak cukup untuk menutup seluruh permukaan buah dadanya yang ikut pula mengeras dalam emansipasi. Mungkin tangan itu sekedar meratakan air keringatnya, sehingga seluruh buah dada yang mengeras itu bersimbah peluh, diterpa temaram lampu hotel, membuat silhoute yang sempurna. Atau keringat itu sebagai respon birahi yang memuncak ketika Mbak Andini sadar bahwa burungku sudah tegak berdiri. Menggoda setiap wanita untuk segera didekap dan dibelai. Dan kubiarkan burung itu menemukan sangkarnya yang paling disukai. Hangat dan bergejolak.

Akhirnya padam sudah lampu yang memang sudah temaram itu, dan tinggal desahan dan simbah peluh yang menemani kami dua malam itu. Oh ya, dua malam itu yang tidak mungkin aku lupa, wanita tercantik yang pernah kulayani. Kasihan Mbak Andini, wanita muda yang dalam usia 31 tahun sudah kesepian. Oh bukan, maksudku bukan kesepian, tetapi Mbak Andini memiliki keinginan yang lebih dari setiap pria yang bersamanya, toh untuk ukuran wanita secantik dia, dengan mudah akan mendapatkan lelaki yang model bagaimanapun termasuk aku, lucky me.

Atau malam ketika keperjakaanku direbut Anggi atau Tante Vian yang membuka mataku bahwa cewek Chinese pun memiliki sensasi yang luar biasa atau pula Mbak Retno, wanita setengah baya, bertubuh gemuk, dengan kemaluan yang mampu menjepit dan menghisap kemaluanku dalam.. dalam sekali hingga aku kesulitan bernafas.

Seolah-olah kereta api ini tidak akan pernah berhenti, sementara orang di sebelahku sudah tertidur pulas. Tujuanku cuma satu, come to my sweet home town. I was born there, I’ll looking for job theres too. Maka ingatanku akan "wild experience" selama di kota S ini aku hentikan untuk mulai tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 23:45. Satu yang pasti, masih ada tempat di dalam otakku untuk menyimpan memori menggairahkan. Thank you for my first Anggi on "pesta bertiga", thank you for my fantastic Vian on "Gelora di kolam renang", thank you for my wild Retno on "Kamar 315".. Thank you for my all lonely girl who ever "sleep" with me.. Thank you for excuse me to joint in your every "party".. you know what I mean.

"Ah.. lulus sudah kuliahku," dan kini aku kembali ke kota kelahiranku di J. Ya.. aku yakin bisa dapat pekerjaan yang tetap di kota J ini, disamping teman-teman banyak di sini, peluang juga lebih banyak di banding kota S. Apalagi bekal sarjanaku seorang Insinyur dari sebuah perguruan terkenal. Hhmmm.. bagaimana dengan "pekerjaan" ku yang tidak tetap selama di kota S? Maaf sebenarnya itupun bukan pekerjaan tetap karena memang aku menyukainya dan aku tidak pernah punya keinginan untuk mendapatkan uang dari situ atau tidak pernah aku memungut bayaran atas servisku. Uang yang kuterima lebih sekedar rasa terima kasih atas ‘permainan’ku yang mereka dapatkan, dan.. kukira itupun juga tidak semua wanita memberi, dari 8 wanita yang pernah kulayani, 5 bertemu secara kebetulan sehingga kita just having fun, don’t have to pay me but sometime she appreciate her satisfaction with give me some money, but mostly not. Dan 3 wanita sisanya, walaupun memang mereka sangat berniat ingin kulayani, toh tidak selalu memberiku uang. The point is as long as we get sex and enjoy together, so that’s all, not more responsible to pay each other.

"Sudah saatnya aku mencari pengalaman yang baru." Bukankah 70% wanita yang pernah kulayani tinggal di kota J, atau paling tidak sekitar kota J. Pertama yang akan kulakukan adalah mencari tempat kost, walaupun orang tuaku masih tinggal di kota J, aku berniat mandiri. Tidak lama untuk mendapatkan tempat yang kuinginkan. Kost-kostan tersebut dari luar terkesan mewah, padahal sebenarnya terdiri banyak kamar, dari yang diatas 1 juta sampai 200 ribu perbulan. Dan kuambil yang 200 ribu per bulan. Tempat kostku termasuk jenis yang cukup bebas kehidupannya (sebelumnya aku tidak mengetahui dan baru menyadari setelah beberapa hari tinggal di sana).

Yang tinggal campur baik wanita, pria, pasangan suami istri, ataupun "pasangan suami istri" You know what I mean. Dari mahasiswa/wi, karyawan/ti, profesional sampai "profesional". Tidak perlu waktu yang lama, aku dapat sebuah pekerjaan dengan jabatan yang cukup lumayan sebagai seorang general manager, berbekal ‘menebar pesona’ (walaupun aku jauh dari tampang ganteng), dan pengalaman yang cukup dalam bidang komunikasi dan organisasi (dulu aku sangat hiperaktif dibidang kegiatan organisasi, baik dari ketua OSIS, ketua Senat ataupun Himpunan).

Pembaca masih ingat Mbak Ratna dan Anggi? Ya, wanita yang pernah hadir dalam kehidupanku yang dulu. Mbak Ratna kuhadirkan dalam kisah "Kamar 315" dan Anggi kuhadirkan dalam kisah "Pesta bertiga". Nah, sejak aku menjadi general manager, saat itu pula aku pertama kalinya memiliki HP, dan orang yang pertama kali kuhubungi diluar urusan kantor adalah Anggi dan Mbak Ratna. Hmmm, sebenarnya sih tidak cuma mereka, tetapi semua! Ya, semua wanita yang pernah bercinta denganku yang berasal dari kota J dan sekitarnya. Aku menghubungi mereka, tetapi ternyata aku kehilangan komunikasi dengan mereka dan hanya Mbak Ratna dan Anggi saja yang berhasil kuhubungi lewat HP tersebut.

Mereka gembira bukan main, begitu mengetahui aku sekarang berada di kota J, tidak perlu menunggu terlalu lama, kita janjian ketemu, pertama yang kuatur adalah ketemu dengan Anggi. Walaupun posisinya di kota B, tetapi Anggi nekat datang ke J, dan kita janjian makan siang di food court sebuah plasa terkenal.

Kini aku sudah berdasi tapi penampilanku tidak berubah, masih jelek.
"Hallo Sakti, how are you now? Let me see. Hmmm, you are still ugly face.. ha.. ha.. and are you still stupid boy, am I right?"
"Oh my God, poor Sakti and lucky me to get your virgin.. Aduuhhh kasihan Sakti, sorry ya aku perawani keperjakaanmu waktu dulu, habis gimana ya.. nafsu sih, aduh kamu dulu lucu deh, tapi hebat juga sih your fucking pennis."
"Huusss Mbak.. jangan kencang-kencang dong, percuma nih aku pakai dasi kalau dilecehin gitu," bisikku mesra.
"Oke, what can we do? Enjoy the game next? Don’t waste the time.. this is not my off day, so come on let’s play something usefull."
"Mbak.. sabar dong, jangan bikin adikku berdiri dimuka umum gini, nanti susah ngatur duduknya."
"Oh ya.. ha.. ha.." timpal Anggi tanpa basa-basi dengan bahasa inggrisnya yang diatas rata-rata. Aku tahu itu sejak pertama mengenalnya.

"OK dear, alow me to introduce my closely friend, her name Ifa.. Ifa, this is Sakti who was I told you before.. Sakti this Ifa.. how?"
"Oh no.. please jangan bertiga lagi dong, I didn’t ready yet, this lunch just expressed to loose that I miss you so much," sambungku dengan inggris yang terbata-bata. I’m not confidence my self yet.
"Ngawur kamu Sakti, aku perkenalkan Ifa untuk menggantikan aku, just temporary, sorry aku lagi dapet," nyelonong saja kalimat itu dari mulut Anggi yang dulu pernah kulumat habis.
Sekarang my memories was come back.. ya that’s libs very interesting me. 

sumber:www.meremmelek.net

No comments:

Post a Comment