Tuesday, June 5, 2012

Direktris itu Maria nama nya..

"Maria", ia menyebut namanya sambil membalas jabatan tanganku. Buset cakepnya, bisikku dalam hati ketika menatap wajahnya.

"Silahkan duduk dulu, bisa saya selesaikan sebentar pekerjaan saya ?", tanyanya. Setelah mengiyakan aku berjalan ke sofa yang ada di ruangan kantornya. Kuperhatikan ia sedang memeriksa beberapa berkas dan sesekali menuliskan sesuatu. Kutaksir usianya tidak lebih dari 25 tahun, cukup muda untuk seorang direktris yang membawahi sekian ratus orang di sebuah industri garment. Mungkin warisan babenya, pikirku.

Mengenakan blouse putih dengan dilapisi blazer berwarna biru cerah membuatnya tampil matang dan elegant. Rambutnya yang hitam mengkilat dan ikal bergulung-gulung sampai di punggungnya sangat kontras dengan kulit wajah dan lehernya yang putih.

Ops! Dia menatapku dari balik kaca mata baca yang bertengger di ujung hidungnya itu, merasa kepergok sedang memperhatikannya kurasakan warna wajahku pasti sudah merah merona. Dia tersenyum sekilas kemudian meneruskan pekerjaannya.

"Sorry ya, agak lama menunggunya", katanya membuyarkan lamunanku. Kulihat ia berdiri sambil merapihkan berkas-berkas yang ada di mejanya. Sesaat kemudian ia melepas blazernya dan menggantungkannya pada sandaran kursinya, ia kemudian berjalan menghampiri sofa dimana aku duduk. Hmm, 10 cm di atas lutut, pikirku memperhatikan rok ketat yang dikenakannya. Dengan santai ia mengambil tempat duduk di seberang meja di depanku, ia melipat kakinya, rok yang dikenakannya perlahan namun pasti bergerak naik mengekspos pahanya yang padat dan putih mulus. Amboy.

"Aduh sampai kelupaan, mau minum apa nih ?", tanyanya sambil tersenyum menyebutkan beberapa jenis softdrink. Kupilih apple juice. Ia kemudian bangkit dan berjalan menuju ke salah satu sudut ruangan, ada sebuah kulkas kecil disitu. Kemudian sambil membungkuk ia memilih-milih dari isi kulkasnya, rok yang dikenakannya lagi-lagi naik memamerkan kemulusan bagian belakang pahanya. Dan di balik rok ketatnya itu membayang bukit pantatnya sangat berisi dan seksi. Aku menelan ludah sesaat. Ia benar-benar menampilkan sebuah kecantikan dari seorang wanita yang nampak matang.

Setelah meletakkan minuman di meja, ia kembali duduk dan mempersilahkan diriku untuk minum. Sambil mengangkat gelas kuperhatikan kembali ia melipat kedua kakinya. Oh shit ! C'mon man, it's business, rutukku dalam hati mencoba meredam pikiran-pikiran nakal yang mulai menggoda diriku. Aku akhirnya berhasil berkonsentrasi penuh.

Ia kemudian mulai membuka pembicaraan dengan menerangkan maksudnya untuk memakai jasa perusahaanku untuk menerapkan komputerisasi di perusahaannya. Dengan piawai ia menerangkan struktur organisasi perusahaannya dan prosedur-prosedur yang ada pada setiap bagiannya beserta kendala-kendala yang mereka hadapi. Nampaknya ia betul-betul menguasai seluk beluk perusahaan ini. Dari apa yang diterangkannya sudah dapat kutengarai bahwa akselerasi perusahaan ini terhambat oleh kurang cepat dan akuratnya pengambilan-pengambilan keputusan dan itu disebabkan tidak tersedianya informasi yang akurat yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam waktu yang singkat. Memang sudah waktunya perusahaan ini untuk melakukan komputerisasi, demikian hemat kami berdua.

Hampir dua jam kami berbincang-bincang. Dari menit ke menit suasana percakapan kami semakin lancar dan akrab. Ia kemudian memintaku untuk mengajukan proposal. Kujawab bahwa untuk membuat proposal tersebut aku membutuhkan waktu dan kesempatan untuk bisa melakukan analisa sistem.

"Of course, silahkan, mulai besok staff Bapak sudah bisa mulai", jawabnya tangkas.
"Waktu ibu mungkin akan tersita sebagian untuk analisa ini, karena kami ingin hasil analisa kami bisa match dengan pihak manajemen", kataku sambil memasukkan berkas-berkasku ke dalam tas.
"Okay, no problem, disita seluruhnya juga boleh", balasnya setengah bercanda. Aku mohon pamit darinya, kuulurkan tanganku dan disambutnya menjabat tanganku,
"Tolong Bapak nanti bikin appointment dengan sekretaris saya untuk besok jam berapa staff Bapak mau menemui saya, okay ?". Jabatan tanganku sengaja tak kulepaskan,
"Khusus untuk jadwal dengan ibu saya sendiri yang akan turun tangan", jawabku sambil menatap tajam wajahnya, kuremas perlahan tangannya. Ia tersenyum tersipu, kulihat ada semburat merah di pipinya. Keesokan harinya aku bersama beberapa staff mulai melakukan survey untuk analisa sistem di perusahaan itu.

Maria benar-benar sangat membantu. Ia begitu apresiatif mengimbangi setiap langkah penganalisaan yang kulakukan. Begitu mengasyikkan bekerja bersamanya. Selama enam hari kami secara rutin melakukan survey. Terkadang Maria menemaniku sampai larut malam membahas langkah demi langkah yang akan diambil didalam melaksanakan proyek komputerasi di perusahaannya. Kami berdua semakin akrab, sikapnya sudah lebih santai menghadapiku, tak jarang kami bercanda hingga tertawa terbahak-bahak. Sering dikala menghadapi berkas-berkas tangan kami saling bersentuhan, terkadang ia mencolek lenganku disaat ada yang ingin ia tunjukkan dari suatu berkas, namun semua itu masih dalam batas-batas formal.

Pada hari terakhir kami sudah tuntas menyelesaikan seluruh prosedur analisa, semua data yang diperlukan sudah lengkap terkumpulkan.

"Bu Maria, saya kira sampai hari ini sudah cukup hasil analisa kami", kataku ketika akan pamit.
"I see, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyusun proposal", tanyanya dengan nada serius.
"Mungkin seminggu", kujawab enteng, sengaja kubilang seminggu, walaupun sebetulnya paling lama dua hari untuk menyusun sebuah proposal dengan data selengkap ini, ingin kulihat reaksinya.
"Harus segitu lamanya ?", tanyanya. Kulihat ada nada harap-harap cemas di suaranya.
"Nggak kok, paling juga cuman dua hari", jawabku sambil tertawa.
"Nah, gitu dong !", sahutnya dengan nada lega dan ceria

Yes, allright! That's the sign, sorakku dalam hati. Sebuah tanda yang mungkin biasa untuk orang lain, namun tidak untuk diriku, aku terlalu hapal untuk hal-hal yang begini. Otakku berputar cepat. Buntu. C'mon ! Pikir, pikir, pikir, bisikku dalam hati mencari-cari sebuah cara. Aha ! Entertainment ! That's the right answer. Adalah hal yang wajar di dalam berbisnis menawarkan sesuatu yang bersifat entertainment untuk lebih memantapkan hubungan. Lunch ! Itu yang paling cocok, pikirku lagi.

"Kalau nggak keberatan saya mau undang Ibu untuk lunch siang ini, bersama Bapak juga tentunya", kataku "melepas umpan" sambil menekankan kata "Bapak" dan kutatap wajahnya untuk menyelidiki reaksinya.
"Okay, kebetulan saya sudah lapar juga nih", jawabnya ceria kemudian menelpon sekretarisnya memberitahu bahwa ia akan keluar untuk makan siang.
"Bapak nggak di-calling sekalian Bu ?", tanyaku.
"Ha..ha..ha.. Bapaknya masih belum terdaftar di Kantor Catatan Sipil", jawabnya sambil menonjok perlahan lenganku. Kekakuan sikapnya agaknya mulai mencair. Dengan menumpang kendaraannya kami keluar dari lokasi perusahaannya.

"Mau makan dimana nih ?", tanyanya.
"Terserah Ibu deh, Ibu yang pilih, saya yang bayar".
"Maria".
"Kenapa Bu ?"
"Panggil saya Maria".
"Panggil saya Indra", sahutku pendek membalasnya.
"Saya kan nggak terlalu tua untuk kamu panggil Ibu terus ?", tanyanya dalam nada canda. Hari itu ia mengenakan kemeja putih tipis dipadu dengan blazer berwarna ungu dan rok mini dengan warna yang sama, rambutnya yang panjang bergelombang itu diikatnya dengan sederhana menggunakan sebuah sapu tangan.

Mataku bergerak turun menatap lehernya, turun lagi ke gundukan bukit dadanya, padat dan berisi, pikirku, kuperhatikan tangannya yang sedang memegang setir, ada banyak bulu-bulu halus disana. Padangan mataku turun lebih jauh lagi ke bawah. Ala mak ! Mataku terpaku pada kedua belah pahanya yang kini terpampang jelas, rok mini yang dikenakannya hampir tak dapat menutupinya, terangkat tinggi sekali hampir mencapai pangkal pahanya. Aduh mulusnya, tanganku bergetar. Wait ! Don't screw up nDra ! That's too fast, hatiku bergolak menahan pikiran nakalku.

"Mau makan di mana nih ?", tanyanya membuyarkan lamunanku.
"Hah ... apa ?", aku tergagap.
"Jalannya ada di depan, nDra !", ucapnya dengan menahan tawa sambil tangannya dengan lembut memalingkan kepalaku yang dari tadi menghadap ke arahnya.
"Di belakang juga ada kok", sahutku menggoda untuk membuyarkan rasa gugupku. Kulepas dasiku agar lebih santai.

Akhirnya mobil kami berhenti di sebuah rumah makan pilihannya. Ketika hendak melangkah masuk kuulurkan tanganku ke arahnya, ia pun menyambut mengulurkan tangannya dan melingkarkannya di lenganku. Kami berjalan beriringan masuk ke dalam rumah makan itu. Kupilih meja yang paling menyendiri, kutanyakan jika ia suka.

"No, not there", katanya sambil menggelengkan kepala dan tersenyum. Kemudian ia berjalan ke arah salah seorang waiter yang sedang berdiri, kulihat ia sepertinya menanyakan sesuatu kepada si waiter. Ia kemudian melambaikan tangannya kepadaku, kuhampiri dirinya.

"Gimana ?", tanyaku.
"Sini", jawabnya singkat sambil menarik tanganku. Sambil diikuti sang waiter kami berjalan ke sebuah pintu, di dalamnya ada sebuah lorong yang pada salah satu sisinya kulihat ada beberapa pintu yang tertutup. Si waiter kemudian membuka sebuah pintu sambil mempersilahkan kami untuk masuk. Rupanya itu adalah ruangan VIP. Tak ada kursi satupun disana, hanya sebuah permadani berbulu tebal, beberapa bantal berukuran besar dan sebuah meja pendek terbuat dari kaca tembus pandang.

Kami memesan makanan dan minuman secara komplit, dessert, main lunch dan appetizer. Setelah si waiter berlalu, Maria melepas blazer dan menggantungkannya di sebuah hanger yang ada di dinding ruangan VIP itu, saat itulah kutahu ia ternyata mengenakan bra berwarna hitam yang nampak membayang jelas di balik kemeja putih tipisnya, membuatku semakin terpesona akan kecantikan dan keseksian dirinya. Ia kemudian melepas sepatunya, berjalan ke arah meja pendek itu dan duduk dengan melipat kedua lututnya, meraih sebuah bantal dan menyisipkan di belakang punggungnya.

"Gimana, nggak salah kan pilihanku", tanyanya dengan nada riang.
"Perfect !", sahutku sambil mengacungkan jempol, kemudian kubuka juga sepatuku, melangkah menghampiri dan duduk berseberangan dengan dirinya. Dari balik meja kaca itu kembali kulihat kedua belah pahanya yang putih mulus terpampang di depan mataku.

"Kok gerah ya ?", tanyanya sambil matanya mencari-cari letak AC di ruangan itu.
"Masa sih? Kalau buatku udah lumayan nih dinginnya, cukupan", sahutku heran. Aku kemudian bangkit berdiri, kuhampiri letak AC di ruangan itu dan kuperiksa setelan suhunya, ternyata udah mentok, kuberitahu dirinya. Ketika aku duduk kembali, Maria mengibas-ngibaskan krah kemejanya seolah kegerahan, kemudian ..... melepas satu kancing kemejanya ..... belahan dadanya menyembul ..... hmmm, putih sekali ..... ia menatapku dan tersenyum. Oh boy! What a fucking teaser girl, pikirku dengan dada mulai berdebar-debar.

"Hmm, sekarang baru terasa gerahnya", kataku kemudian kutatap dengan tajam matanya, kugerakkan tanganku ke bagian atas bajuku, dengan teramat perlahan kubuka satu kancing bajuku .... kulihat matanya menyipit .... kubuka satu lagi ..... dan dengan perlahan kusibakkan hingga dadaku terbuka menampakkan bulu-bulu yang tumbuh lebat di sana .... kulihat ia mengigit bibir.

Beberapa saat kami terdiam saling menatap, kedua mata kami saling bergantian menatap .... ke arah wajah .... turun ke dada .... ke arah wajah kembali .... turun ke dada kembali .... kubiarkan ia mengamati sinar mataku yang memancarkan gairah .... sinar matanya pun mengalirkan pesona birahi .... Beberapa saat kemudian terdengar ketukan di pintu dan beberapa waiter dan waitress datang menghidangkan pesanan kami, membuyarkan keasyikan kami saling menatap.

Makan siang itupun tak pelak lagi menjadi ajang pertarungan .... antara getar-getar birahi diriku dan dirinya..... Saling melepas panah-panah asmara .... namun kemudian mengelak .... Ahhh, jinak-jinak merpati ! Maria betul-betul menguasai kematangan seorang wanita. Terkadang disaat menelan hidangannya ia sedikit menjulurkan lidahnya yang merah menyala itu, menjilat sesaat bagian bawah sendok makannya, baru kemudian dengan perlahan memasukkan ke dalam mulutnya. Begitu juga saat menikmati buah penutup hidangan, tak jarang ia membiarkannya berlama-lama di depan bibirnya, sambil berbicara ia menjilat dan mengecupnya, baru kemudian memasukkan ke dalam mulutnya dan mengulumnya lebih dulu sebelum menelannya. Semuanya ia lakukan dengan mempesona, tanpa menampakkannya sebagai sebuah kesengajaan, begitu halus dan menggoda. Kuhela napas panjang, dudukku mulai terasa tak nyaman, ada yang memberontak di bagian bawah pusarku. Kurutuki si pemilik restoran yang menyediakan meja menggunakan kaca tembus pandang, kurasa Maria dapat melihatnya , tatapan matanya berulang kali mengarah ke sana.

"Okay ? Cukup ?", tanyaku seolah memberi tanda ajakan untuk pulang.
"Ha ? Eh ... Ya ... Okay ... Nice lunch", jawabnya tergagap. Aku kemudian bangkit berdiri, tatapan Maria jatuh ke bagian bawah pusarku yang sudah membengkak dan menonjol tak mampu tertutupi oleh longgarnya kain celanaku. Sesaat kemudian sambil tersenyum Maria menjulurkan tangannya sebagai tanda memintaku untuk membantunya berdiri. Dengan sigap kutarik kedua tangannya, ia bangkit perlahan, dan disaat belum berdiri secara sempurna dengan sengaja kuperkuat tarikan tanganku, Maria menjerit lirih karena terkejut dan tak pelak lagi ..... ia terhuyung-huyung dan jatuh ke dalam pelukanku. Wajahnya hanya sesenti nyaris bersentuhan dengan wajahku.

"Sorry, terlalu keras nariknya", bisikku perlahan sambil tersenyum.
"Nakal !", sahutnya lirih sambil memukul dadaku perlahan.
"Masih ada yang lebih nakal lagi", kataku dengan nada menggoda dan menatap tajam matanya.
"Ap...", belum selesai ia berbicara kukecup perlahan bibirnya.
"Kamu ... kamu ...", ucapnya terbata-bata, kedua alis matanya berkerut.
"Ssstt ...", sahutku perlahan sambil menutup bibirnya dengan jari telunjukku, kutatap terus wajahnya, ia pun balas menatap, tak lama kemudian kulihat sinar matanya mulai meredup dan semakin meredup .... kemudian terpejam .... bibirnya merekah .... kudekatkan bibirku perlahan-lahan ke bibirnya .... kubiarkan hanya nyaris menyentuh .... hanya beberapa milimeter dari bibirnya .... kunikmati kehangatan napas harum yang keluar dari mulutnya .... kuhirup perlahan ..... Maria membuka sesaat kedua matanya ..... kemudian terpejam kembali ... tangannya meraih leherku dan menariknya .... bibirnya melumat bibirku ....

Cukup lama kami dengan bernafsu saling melumat bibir, hingga nafas kami terengah-engah. Ciuman kami terlepas, kemudian perlahan kudorong ia hingga tersandar di dinding, kutatap lagi wajahnya, tak ada tanda-tanda penolakan. Perlahan tanganku bergerak ke atas, kulepas satu kancing bajunya .... mataku tetap menatapnya .... masih tak ada tanda-tanda penolakan .... kulepas satu lagi .... tiga kancing bajunya terlepas sudah .... kedua tangannya bergerak menumpang pada bahuku dan meremasnya .... kuturunkan sedikit badanku .... bibirku menyentuh pangkal dadanya .... napasnya semakin memburu .... kuturunkan lagi, hingga wajahku persis di hadapan dadanya, kulihat ada gesper di bagian depan bra hitam yang dipakainya. Perfecto ! Kulepas gesper itu .... buah dadanya menyembul keluar .... kudongakkan wajahku untuk menatapnya .... Maria tampak merundukkan kepalanya memandangi ulahku .... masih tak ada tanda-tanda penolakan. Tanganku bergerak turun, meraba kedua pahanya .... sambil menaikkan kembali badanku kuangkat kedua tanganku bergerak naik menyibakkan rok mini yang dikenakannya .... dan lebih naik lagi ke atas .... hingga terhenti pada bukit pantatnya ... Hmm, that's thong, pikirku menebak jenis celana dalam yang dikenakannya karena kurasakan kedua telapak tanganku terasa hangat menyentuh bongkahan daging padat nan kenyal pada pantatnya, tak ada yang menghalanginya.

Wajahku kini berhadapan lagi dengan wajahnya, kepalanya tersandar di dinding, kedua matanya meredup menatapku .... kuremas perlahan bongkahan pantatnya ..... bibirnya merekah .... terdengar rintihan halus dari dalam mulutnya .... kukecup lehernya .... Maria mendesah .... kecupan bibirku berubah menjadi lumatan dan bergerak ke bawah dan semakin ke bawah .... menelusuri pangkal dadanya .... lebih ke bawah lagi .... menuju ke satu arah .... puting susunya yang merah dan sudah runcing mengeras .... ketika bibirku mencapai puting susunya kembali ia merintih .... kukulum perlahan-lahan .... dari dalam mulut lidahku bergerak menyentuh ujung puting susunya .... kemudian menjentik-jentikkannya .... kedua tangannya bergerak meremas rambutku dan rintihannya berubah menjadi erangan ....

Kulepaskan permainan bibir dan lidahku dari puting susunya ... bergerak kembali ke atas .... sambil kuangkat salah satu kakinya dan kutumpangkan pada pinggangku ..... wajahku kembali berhadapan dengan wajahnya .... kedua matanya terpejam .... tanganku yang lain bergerak membuka ikat pinggangku .... kemudian kancing celanaku ... dan menarik turun resletingnya .... perlahan kukeluarkan dan kugenggam Hercules kecilku yang sudah berdiri tegap meregang otot-otot yang memenuhi sekujur tubuhnya ....

Sambil tetap menatap wajahnya kuturunkan sedikit tubuhku .... mengarahkannya ... dan perlahan bergerak naik ke atas .... mencari jalan ke pintu gerbang kenikmatan yang menanti untuk di dobrak .... dengan tangan yang lain kusibakkan celana dalam yang menutupinya .... hingga akhirnya kepala Hercules kecilku berhasil menyentuhnya .... kedua mata Maria tiba-tiba terbelalak sesaat dan kemudian meredup memandang wajahku ..... rasa hangat dari pintu gerbang itu mulai terasa menjalar .... kugerakkan Hercules kecilku untuk mulai mendobrak .... ahhh, sulit .... bagaikan ada perlawanan di balik pintu gerbang itu .... posisi berdiri memang menggairahkan namun juga menyulitkan pikirku .... Maria menggerakkan kakinya lebih naik lagi pada pinggangku .... hmm, rupanya musuh mulai mau bekerja sama pikirku .... kudorong kembali Hercules kecilku .... perlahan namun bertenaga ia mendesakkan kepalanya tepat di belahan pintu gerbang itu .... kudorong lagi .... belahan pintu gerbang itu mulai terbuka sedikit .... Maria merintih .... kudorong lagi .... setengah dari kepala Hercules kecilku mulai menyelip masuk .... Maria kemudian menggelinjangkan pinggulnya dan kusambut usahanya itu dengan mendorong lebih jauh lagi .... perlahan-lahan kepala Hercules kecilku melesak masuk .... menerobos di antara celah pintu gerbang yang sudah mulai terbuka itu dan ...

Tok-tok-tok ! Kudengar suara ketukan di pintu ! Oh shit ! Not now please, please, please, rutukku dalam hati. Ketukkan di pintu semakin keras kemudian terhenti.

Kedua mata Maria terbelalak, wajahnya memucat, dengan agak kuat ia mendorong dadaku. Ia memandangi pakaian di tubuhnya yang sudah tak keruan letaknya itu, kemudian dengan tergopoh-gopoh ia membenahi. Kubenahi juga celanaku. Maria kemudian membalikkan tubuhnya menghadap tembok sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Oh shit! Apes bener diriku, sesalku dalam hati. Hatiku gundah tak keruan melihat Maria bersikap seperti itu.

"Maria ...", panggilku perlahan.
"Don't say anything, please!", ia memotong ucapanku sambil menundukkan kepala dan mengibaskan tangannya.
"Ayo kita balik ke kantor deh", ajakku.

Akhirnya setelah membayar ke kasir, kami berdua keluar dari rumah makan itu. Kami bergegas berjalan ke mobilnya. Kuambil alih untuk menyetir. Selama dalam perjalanan di dalam mobil Maria membisu. Sesekali kulirik dari sudut mataku, ia menyandarkan kepalanya sambil jemari tangannya memijit-mijit keningnya, terkadang mengusap wajah dengan saputangannya.

Hingga tiba di kantornya tak sepatah katapun yang terdengar selama dalam perjalanan. Kami berdua saling membisu. Setelah aku turun dari mobil kuberikan kunci mobil kepadanya, Maria tanpa melihat wajahku meraihnya kemudian masuk ke dalam mobil dan mengendarainya lagi keluar. Aku hanya bisa terpana melihatnya, akhirnya dengan suasana yang tidak enak itu aku pun bergegas naik mobilku dan kembali ke kantorku.

Setibanya di kantor aku mengurung diri dalam ruanganku, kepesankan pada sekretarisku untuk menyetop semua tamu dan telpon yang masuk. Seorang diri aku duduk termenung, merenungkan yang baru saja terjadi tadi. Tiba-tiba telpon di mejaku berdering mengagetkan diriku. Goblok bener nih sekretaris, rutukku dalam hati.

"Kenapa ? Saya kan sudah bilang supaya kamu stop semua telpon masuk ?", *ku kepadanya.
"Anu Pak ... Maaf ... Saya sudah berusaha, tapi itu lho ... sekretarisnya Bu Maria berulang kali menelpon", sahutnya terbata-bata.
"Kamu tampung aja apa pesannya".
"Sudah Pak, tapi dianya mau bicara langsung kepada Bapak."
"Ya sudahlah, sambungkan aja !", sahutku kesal. Mau apa sih si Dessy sekeretarisnya Maria ini, pikirku dalam hati, padahal sebelumnya sudah kuberitahu kalau ada sesuatu mengenai pekerjaan supaya ia berhubungan langsung dengan staffku.

"Hallo, dengan Pak Indra ?", kudengar suara Dessy bertanya.
"Ya, kenapa Des ?".
"Sorry Pak Indra, saya mengganggu, soalnya sekretaris Bapak beberapa kali saya hubungi mengatakan Bapak sedang tidak bisa diganggu".
"Memang saya pesan begitu kepadanya, kamu bisa langsung aja sama staff saya kalau ada perlu".
"Bukan begitu Pak, emm .... Bu Maria yang menyuruh saya menelpon".
"Lho bukannya dia sudah pulang tadi ?", tanyaku heran.
"Memang betul, tapi barusan Bu Maria balik lagi ke kantor".
"Masih ada di kantor ?", tanyaku lagi.
"Ada Pak".
"Lho, kenapa dia nggak nelpon langsung ke saya ?".
"Maaf Pak, saya hanya diperintah untuk menghubungi Bapak"
"Okay, apa yang bisa saya bantu", jawabku melunak.
"Ngg .. Bapak disuruh datang ke kantor sekarang juga", ucapnya dengan nada berhati-hati.
"Hah ? Kalau boleh tahu mengenai apa yaa ?", tanyaku lagi.
"Bapak diminta membawa proposal".
"Lho, gimana ini sih ? Saya kan janji paling lambat tiga hari lagi ?"
"Iya, saya juga tahu Pak, tapi memang begitu pesannya".
"Gimana sih Dess ? Kamu kan tahu, saya kan baru beberapa menit nyampe di kantor saya, mana ada sih orang membuat proposal cuman dalam waktu menitan ?", gerutuku kesal.
"Aduh ... gimana ya Pak, sebenernya saya juga paham, saya juga sudah mengingatkan beliau, tapi nggak tau nih .... Bu Maria ngotot aja ... gimana kalau Bapak datang aja deh, mungkin kalau Bapak yang menyampaikan beliaunya mau mengerti", katanya memelas.
"Okay lah kalau begitu, sampaikan kepada beliau saya berangkat sekarang".

Aku bergegas naik ke mobilku dan keluar dari kantor. Dalam perjalanan aku berusaha menduga-duga. Bener-bener nggak masuk akal si Maria ini, pikirku. Padahal ini adalah sesuatu yang jelas, kenapa dia bisa kaya orang edan gitu, atau .... jangan-jangan .... Mampus lu ! Jelas ini hanyalah akal dia untuk mutusin hubungan bisnis, pikirku lagi. Oh shit! Ini resikonya kalau mencampur urusan bisnis dan "fun", abis dah kesempatan, rutukku dalam hati.

Sesampainya di kantornya, dengan hati berdebar-debar aku menuju ke ruangannya. Kulihat Dessy sekretarisnya masih ada di meja di depan ruangan Maria, jendela kaca ruangan Maria tampak tertutup oleh kain korden. Dessy kemudian mengangkat telpon, memberi tahu Maria akan kedatanganku.

"Silahkan masuk Pak", katanya kepadaku setelah meletakkan gagang telpon. Aku kemudian berjalan menuju pintu masuk ruangan Maria, kuketuk perlahan kemudian kubuka pintunya. Kulihat Maria duduk membelakangi mejanya.
"Ehm ...", aku mendehem. Ia tetap duduk membelakangiku.
"Maria ...", panggilku perlahan. Ia tidak menyahut.
"Maria, bukankah sudah kukatakan kalau proposal itu baru selesai tiga hari lagi ?", tanyaku langsung ke persoalan.
"Sorry, itu hanya alasanku ke Dessy untuk memanggil kamu, aku tidak bermaksud membicarakan soal itu", sahutnya perlahan.
"So ...?".
"You made a big mistake", tandasnya.
"Jadi kamu ingin membicarakan kejadian tadi ?", tanyaku sambil duduk di kursi di depan mejanya. Ia memutar kursinya menghadap ke arahku. Kuamati wajahnya, kedua matanya tampak sayu. Aneh, tak tanda-tanda kemarahan, pikirku.

"Jadi kamu pikir itu kesalahan saya", kataku sambil mencoba tersenyum kepadanya. Maria bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah depan meja dan duduk di atasnya menghadap ke arahku. Hmm, sikap atasannya mulai muncul, pikirku. Aku bagaikan seorang pegawai yang melakukan kesalahan dan kini sedang bersiap-diap di* oleh sang atasan.

"You really made a mistake", ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala menatapku.
"Tapi bukankah kamu ....", tak kuteruskan ucapanku, karena kupikir itu hanya memperpanjang masalah. Maria kemudian menumpangkan salah satu kakinya ke yang lain, pahanya yang montok dan padat itu terpampang di depan mataku. Busyet, masih sempet-sempet 'seducing' juga nih cewek, ucapku dalam hati.
"Kamu memanfaatkan saya", ucapnya sambil menatap tajam ke arahku.
"Lho, kok kamu mikirnya begitu ?".
"Kamu memanfaatkan kelemahanku ...", ucapnya lagi dengan lirih.
"Maria, please, don't ever think like that".
"Apakah itu karena kamu punya kepentingan terhadap perusahaanku ?", tanyanya dengan nada menuduh.
"I", jawabku sambil menggelengkan kepala dengan perasaan tak percaya.
"Jika kamu pikir dengan cara seperti itu kamu bisa mempengaruhi keputusanku, kamu salah besar !", ucapnya tegas.
"Maria, c'mon .... it thus happened, we did it because we want it, karena saya suka kamu ! Too much like you I think !", ucapku berusaha meyakinkannya. Ia terdiam.

"Maria, apapun yang terjadi ini adalah perusahaan kamu. You are the boss ! Saya hanyalah orang luar, segala keputusan tetap berada di tanganmu. But please, don't ever think that I'm using you ! Business is business! Jangan campur adukkan dengan hal-hal pribadi di antara kita", ujarku panjang lebar mulai gusar.
"But still you've made a mistake ....", ia tersenyum.
"Mistake, mistake , mistake ! Apa sih salahku ?", tanyaku dengan alis berkerut. Maria kemudian tertawa geli. Sialan nih cewek, pikirku. Maria kemudian menurunkan kaki kanannya yang tadi menumpang pada kaki kirinya, ia kemudian meletakkan di ujung kursi yang kududuki.

"Mau tau, hmm ?", matanya mengerling. Kuanggukkan kepalaku.
"Because .....", ia tidak meneruskan ucapannya, telapak kakinya yang menginjak kursiku perlahan bergerak di antara kedua pahaku.
"What ?", tanyaku mulai bisa tersenyum.
"You have pulled the trigger but .....", telapak kakinya bergerak lagi lebih jauh.
"But ...?", sahutku sambil membenahi letak dudukku.
"Kamu tidak menyelesaikannya ....".

Kulihat ia menggigit bibirnya, telapak kakinya kini menyentuh bagian dalam pahaku .... matanya menyipit .... telapak kakinya bergerak lagi ... dan ... Ops !!! Naik ke atas gundukan kecil di tengah selangkanganku. Kutatap wajahnya, air muka yang kulihat ketika di restoran tadi kini muncul lagi pada wajahnya. Lusty. Ia menggoyang-goyangkan telapak kakinya perlahan-lahan ..... gundukan di tengah selangkanganku semakin menggunung ....

Aku bangkit berdiri. Kudesakkan diriku mendekatinya, dengan sedikit kasar kuselipkan tanganku ke dalam roknya, dengan tangan yang lain kuraih pinggangnya hingga wajahnya hanya sesenti dari wajahku, ia meletakkan kedua tangannya pada bahuku, napasnya terengah.

"So what to be my punishment, madam ?", tanyaku dengan tatapan tajam ke matanya.
"Finish it !", jawabnya dengan suara mendesah.Kugerakkan jemari tanganku menjalar semakin jauh di dalam roknya .... hingga akhirnya menyentuh belahan di balik celana dalam model thong-nya. Maria mendesah.
"When ...", tanyaku berbisik.
"Mmmhhhh ... now !".

Seketika itu juga kulumat bibirnya .... ia membalasnya dengan bernafsu .... dan ketika ciuman dahsyat itu terhenti, dari dalam mulutnya yang setengah terbuka itu Maria menjulurkan lidahnya .... menerobos masuk ke dalam mulutku .... ujung lidahnya menyentuh ujung lidahku .... menggesek-gesek .... kemudian perlahan menyapu bagian atas lidahku .... kemudian ujung lidahnya naik menyapu bagian atas rongga mulutku .... ditariknya perlahan-lahan hingga keluar dari mulutku .... lidahku mengikuti menjulur ke dalam mulutnya ..... ia menyambutnya dengan menyelipkan lidahnya di bawah lidahku .... lidahku terjepit di antara lidah dan bibir atasnya .... kemudian dengan perlahan-lahan ia menghisap sambil bergerak mundur hingga ke ujung lidahku .... kemudian maju lagi sambil menyelipkan lagi lidahnya di bawah lidahku .... demikian berulang-ulang .... Luar biasa ! Maria memperagakan sebuah tehnik blow-job yang dilakukannya pada lidahku. Pikiranku semakin melayang-layang membayangkan betapa nikmatnya jika ini ia lakukan pada si Hercules kecilku.

Dengan napas sedikit terengah-engah ia menghentikan ciuman mautnya. Jemari tanganku berusaha menyibakkan celana dalamnya, kutelusuri rimbunnya bulu-bulu halus yang ada di sana. Ia memejamkan mata dan merintih lirih. Kuhentikan sejenak gerakan tanganku, dan dengan tangan yang lain kuraih gagang telpon sambil menekan nomor Dessy sekretarisnya. Kutempelkan gagang telpon itu pada telinganya. Maria masih memejamkan mata dengan napas terengah-engah.

"Ya Bu ?", samar-samar kudengar suara dari gagang telpon itu.
"Dessy .... ehhh ...."
"Ya Bu ?"
"Ehhh ... stop .... mmhhh ... semua telpon .... dan tamu ...."
"Ada lagi Bu ?"
"Selama satu jam ....."
"Dua jam !", bisikku sambil mulai melumat cuping telinganya, ia menggelinjang.
"Ddddua jam ,Dessss !", pekiknya.
"Iya, iya Bu ... saya mengerti .... dua jam", sahut si Dessy terbata-bata karena kaget mendengar suara boss-nya melengking ditelpon. Maria meletakkan gagang telponnya,
"Dua jam .... hmmm .... sounds great .... ", ucapnya dengan membelalakkan mata, tangannya mulai bergerak meraba kancing kemejaku, membukanya satu per satu .... setelah kancing terakhir terbuka ia menarik kemejaku hingga terlepas dari dalam celanaku.

Kedua jemari tangannya kemudian merayap naik ke dadaku .... mengusap-ngusap dengan lembut bulu-bulu yang tumbuh lebat di sana .... dari mulutnya keluar suara decakan ..... ia menatap wajahku .... seolah ingin menikmati pancaran gairah yang sedang dipompakannya ke dalam diriku .... ujung jemarinya kemudian merayap ke puting susuku .... mengusapnya perlahan-lahan dengan gerakan melingkar ..... membuatnya semakin mengeras ..... kurasakan napasku semakin memberat.

Usai menstimulasi puting susuku jemari tangannya kembali mengusap-usap bulu-bulu di dadaku ..... kemudian turun .... mengikuti alur bulu-bulu di tubuhku .... di bawah dada .... pada bagian perut .... semakin ke bawah ..... hingga menemukan gesper ikat pinggangku ..... ia melepaskannya ..... kemudian kancing celanaku ..... kemudian menarik turun resleting celanaku ....

Tangan kanannya kemudian menyelinap ke dalam celanaku dan sesaat kemudian merayap meraba Hercules kecilku yang masih berada di balik celana dalamku .... tangan kirinya bergerak menyelinap dari belakang dan masuk ke balik celana dalamku .... meremas bongkahan pantatku ... tangan kanannya semakin bergerak semakin ke bawah .... kemudian meremas-remas dengan lembut kantung dua bola yang ada di sana .... Hercules kecil bergerak meronta .... meregang .... menggeliat .... seluruh otot-otot di tubuhnya semakin mengeras ... dan semakin mengeras .... bagian kepalanya tak tertahankan lagi menyeruak keluar melewati batas atas celana dalamku .... jemari tangannya tak lama kemudian bergerak naik kembali .... dengan menggunakan dua jarinya Maria menjepit dengan lembut bagian bawah batang tubuh Hercules kecilku ... kemudian kedua jari yang menjepit lembut itu bergerak naik perlahan-lahan .... seolah hendak menebak-nebak lebar tubuh Hercules kecilku yang sudah mengeras secara sempurna itu .... jemari tangannya semakin naik .... kedua mata Maria tak sedikitpun melepaskan pandangannya dari wajahku .... bibirnya menyungging senyuman yang penuh dengan bias-bias nafsu birahi .... jemari tangannya kemudian mencapai leher Hercules kecilku .... mengelus bagian bawah kepalanya .... dan naik perlahan-lahan hingga ke puncaknya .... kulihat matanya berbinar-binar .....

Tangan kirinya keluar dari balik celana dalamku .... ibu jari tangan kanannya menekan pada leher Herculues kecilnya, mendorongnya hingga tersandar rata pada dinding perut di bawah pusarku ....Kemudian tangan kirinya bergerak, satu jarinya menyentuh kepala Hercules kecilku ... menelusuri hingga ke puncaknya dan menyentuh perutku .... jari itu kemudian bergerak mengelus perutku ... bergerak ke kanan ... balik lagi ke kiri .... kemudian turun lagi ... kali ini dengan dua jari ia melakukan hal yang serupa .... menelusuri hingga ke puncaknya dan menyentuh perutku .... kemudian bergerak mengelus perutku ... bergerak ke kanan ... balik lagi ke kiri .... kemudian turun lagi .... ia menambahnya hingga tiga jari .... menelusuri hingga ke puncaknya dan menyentuh perutku .... kemudian bergerak mengelus perutku ... bergerak ke kanan ... balik lagi ke kiri ... menyentuh pusarku ....

Dari mulutnya tiba-tiba terdengar suara decakan, bola matanya yang tak lepas menatapku semakin berbinar.

"What ?", bisikku.
"Terrific ! Seems so .... hmmm .... I like that size ....", bisiknya kemudian menggigit bibir. Gila nih cewek, pikirku. Baru kali ini kualami ada seorang cewek yang mengukur 'jagoanku' dengan cara seperti itu. Eksentrik dan sensual !!!

Kubuka satu per satu kancing kemeja putih tipis yang dikenakannya, kutarik hingga terlepas dari roknya ..... kubuka gesper di bagian depan bra-nya .... Maria menarik kepalaku dan memagut bibirku .... satu tanganku mulai merambah buah dadanya .... meraba dengan lembut .... setiap senti darinya .... mengusap dengan penuh perasaan puting susunya .... lumatan bibirnya semakin menjadi-jadi ...Kualihkan ciumanku pada batang lehernya .... turun hingga ke pangkal lehernya ..... Maria mendesah .... kujulurkan lidahku .... kesentuhkan pada pangkal lehernya ..... dengan teramat perlahan kugerakkan naik .... naik lagi .... Maria mulai merintih .... kusibakkan rambut yang menutupi belakang telinganya dan ..... ujung lidahku bergerak menyelinap di belakang daun telinganya .... sambil kuhirup semerbak harum rambutnya .... tubuhnya bergetar ....Kedua tanganku kemudian bergerak turun kebawah ....kubuka resleting roknya ....Maria menempatkan kedua telapak tangannya bertumpu pada meja .... ia mengangkat pantatnya hingga terlepas dari meja ....kuloloskan rok dan sekaligus celana dalam thong-nya .... melewati kedua kakinya hingga jatuh ke lantai .... kedua kakinya naik ke pinggangku ... tangannya memeluk leherku ...

Kusapu segala macam kertas dan alat tulis yang ada di mejanya hingga sebagian terjatuh ke lantai, dengan perlahan kudorong ia hingga tubuhnya rebah di meja .... tubuhku membungkuk dan menindih tubuhnya ....bibirku merambah bibirnya ....lehernya .... buah dadanya ....lidahku dengan liar menjilat kesana kemari ... mempermainkan puting susunya ....desah dan rintihannya terdengar silih berganti ....Kemudian aku bangkit berdiri tegak lagi ...kuangkat tinggi-tinggi kedua kakinya ...kulepaskan kedua sepatu hak tinggi yang masih dikenakannya ....kuturunkan satu kakinya hingga menggantung pada pinggiran meja ....kedua matanya setengah terpejam menatapku ....kusandarkan kaki yang lain ke bahuku ....sejenak kemudian kunikmati keindahan bagian bawah tubuhnya .....kemulusan batang pahanya ....rimbunnya belantara yang tertata rapi memenuhi di sekitar selangkangannya ....dan ahhhh ...belahan pintu gerbangnya begitu menggoda ....

Kugerakkan jari telunjukku menyusuri pahanya ...bergerak semakin ke atas ...Maria menggerakkan kakinya yang menggantung itu semakin melebar .....jari telunjukku mulai menyentuh daun pintu gerbangnya ....kuelus perlahan ...Maria menggeliat ....jari telunjukku kemudian menyusuri belahannya .... bergerak mengelus sepanjang belahannya ....Maria mendesah .... bongkahan pantatnya sesekali bergerak lepas dari meja .... kudorong jari telunjukku menyibakkan belahan pintu gerbangnya .... kugosokkan ujungnya naik turun ....perlahan-lahan hingga menemukan bagian yang tepat untuk menerobos ....dan sedikit demi sedikit jari telunjukku menyelusup ke dalam .... Hmmm, that's so fucking wet, pikirku. Setiap kali jari telunjukku bergerak setiap kali itu pula Maria menggelinjang .... hingga akhirnya seluruh jari telunjukku terbenam di dalam rongga kenikmatan itu ....begitu hangat dan licin kurasakan di sekujur jariku ....

Kubiarkan jari telunjukku terdiam di sana ....kuraih telapak kakinya yang menggantung di bahuku ....kucium dengan lembut mata kakinya ...semakin ke atas .....bibirku melumat bagian bawah betisnya .....Maria merintih ....kujulurkan lidahku menelusuri betisnya ...perlahan-lahan ....kurasakan ada remasan pada jari telunjukku yang terbenam di dalam lepitan kenikmatannya ..... ia mulai mengerang .... lidahku semakin ganas menjilat dan bergerak semakin ke atas .... tubuhnya kulihat sesekali melengkung ke depan .... ia semakin merintih dan mendesah .... Kulepaskan ciumanku pada betisnya dan kemudian kuturunkan kakinya menggantung pada pinggiran meja .... kudoyongkan tubuhku ke depan bertumpu di meja dengan satu tanganku .... kutatap wajahnya .... kedua matanya terpejam ..... bibirnya setengah terbuka .... mengalirkan desah dan rintihan yang semakin membahana .... sekalipun tak kugerakkan telunjukku .... kubiarkan menikmati sensasi yang ada di dalam rongga kenikmatannya ... tubuh Maria semakin menggelinjang .... pinggulnya bergerak-gerak ... telunjukku keluar masuk dengan sendirinya .... bagaikan diremas dan dikocok-kocok perlahan-lahan .... Luar biasa !!!

Hasratkupun tak tertahankan untuk segera membenamkan wajahku pada selangkangannya, aku mulai bergerak memposisikan diriku. Tunggu dulu ! Let's have some fun, pikirku. Dengan berhati-hati kuangkat gagang telpon, kugenggam bagian pendengarannya untuk memastikan tak ada suara yang terdengar dari sana, kemudian kupencet nomor si Dessy sekretarisnya.

Aku tertawa geli dalam hati.

Dengan menggenggam gagang telpon yang kuyakin kini sedang dikuping oleh si Dessy, kudaratkan ciumanku pada perut Maria dan menelusuri turun ke bawah hingga merambah rimbunnya belantara pada bagian bawah tubuhnya. Aku duduk berlutut, wajahku kini benar-benar pas di depan selangkangannya ... kemudian kudaratkan bibirku dan kulumat dengan lembut daun pintu gerbangnya .... Maria menjerit lirih ... kujulurkan lidahku menjilat belahan yang sudah merekah itu .... ia menjerit tertahan .... ujung lidahku akhirnya bertemu dengan tonjolan di bagian atas belahannya ..... kedua kaki Maria bergerak naik ke atas bahuku dan menariknya hingga wajahku semakin terbenam di antara selangkangannya .... ujung lidahku mulai bergerak menyentil-nyentil tonjolan itu .... semakin lama semakin cepat ..... gerakan-gerakan pinggul Maria semakin liar .... akhirnya kulumat dengan bibirku tonjolan yang sudah mengeras itu .... desahannya berubah menjadi desisan .... rintihannya berubah menjadi erangan ..... diselingi pekikan-pekikan kenikmatan .... kedua tangannya mencengkeram ujung meja tempat ia terbaring ..... pinggul dan pantatnya terangkat lepas dari meja .... bergerak ke kanan ke kiri berputar .... tak beraturan ... kepalanya terangkat ..... semakin lama semakin tinggi .... akhirnya Maria terduduk, ia melepaskan cengkeraman tangannya pada ujung meja dan ganti meremas rambutku .... cengkeraman tangannya semakin lama semakin kuat .... kutahan dengan semakin membenamkan wajahku ....

"Wait !!!", pekiknya. Kuteruskan lumatan bibirku.
"Stop it .... please .... mhhhh ... adduuuhhh .... please, please .... not now please ... ssshhh .... please .... don't make me .... mmmmhhhhh", ia dengan kuat kemudian menarik kepalaku hingga terlepas dari selangkangannya. Sambil tersenyum kutatap dari bawah wajahnya, ia menatapku dengan terengah-engah.
"Hhhh ....jangan sekarang ....not with your fucking eager mouth ...". Aku bangkit berdiri, saat itulah ia melihat tanganku menggenggam gagang telpon. Ia terbelalak, kemudian dengan cepat ia berpaling ke pesawat telponnya dilihatnya di bagian display tertera nomor tujuan yang kupencet.

"Gila kamu !!!", ucapnya berbisik sambil merebut gagang telpon itu dari tanganku dan meletakkan pada tempatnya. Aku hanya bisa tersenyum geli.
"Gila yaa kamu, nDra ?", tanyanya kali ini dengan suara keras sambil menahan senyum, tangannya bergerak mencubit dadaku.
"Sekali-sekali, let her has some fun ...", gurauku. Kali ini ia tak dapat menahan tawanya.
"So ?", tanyaku sambil bergerak melingkarkan kedua tanganku pada pinggangnya. Maria melingkarkan tangannya pada leherku dan menariknya, bibirnya melumat bibirku, hanya sesaat, satu tangannya kemudian bergerak menelusuri dadaku dan semakin turun ke bawah kemudian bertengger di selangkanganku.

"I want it so bad ...", bisiknya, tangannya meremas dengan lembut Hercules kecilku, membuatnya bangun bersiaga kembali, kulihat bibir Maria merekah sesaat dan kemudian ia menggigit bibirnya.Tanganku mulai bergerak merayap menuju buah dadanya, kuusap perlahan-lahan di seputar buah dadanya .... kemudian putingnya .... Maria menggelinjang,

"No, no , no ... nggak disini .... kamu harus dijauhin dari telpon !", sambil tertawa ia mendorong tubuhku menjauh darinya. Ia kemudian turun dari meja, sambil berjalan mundur ia mencengkeram celanaku dan menarik diriku ke arah sofa, kemudian mendorongku hingga jatuh terduduk di sofa.
"Wait there !", ucapnya sambil tersenyum dan telunjuknya menuding ke arahku.

Kemudian ia berjalan ke arah pintu yang berhadapan dengan sofa itu, kedua bongkahan pantatnya yang telanjang itu bergoyang-goyang seiring dengan langkahnya yang begitu gemulai, begitu montok dan padat, hmmm, pantat yang seksi, pantasan ia berani memakai celana dalam yang model thong, pikirku. Kemudian ia menghampiri kulkas yang ada di samping pintu itu, tubuhnya membungkuk, ia menekuk sedikit lututnya sambil membuka pintu lemari es itu, kuperhatikan belahan pantatnya merekah dan di bawahnya mengintip belahan pintu gerbang kenikmatannya.

Aku spontan menelan air liurku. Ia berjalan ke arahku sambil membawa dua gelas berisi minuman. Tubuhnya yang hanya mengenakan selembar kemeja yang tak terkancingkan lagi itu benar-benar mempesona diriku, tak sedetikpun mataku melepaskan pandangan dari tubuhnya. Rambutnya yang ikal hitam bergulung-gulung sampai ke punggung .... wajahnya ... bibirnya yang merah membasah .... buah dadanya yang begitu montok, padat dengan puting susu yang runcing menghadap ke atas, bergoyang-goyang seiring dengan langkahnya .... perutnya yang rata .... pinggangnya yang ramping .... pinggulnya yang membulat seksi ..... rerimbunan yang menutupi bagian atas selangkangannya .... ahhhh ...Tak kusadari mulutku berdecak.

"Ngapain kamu mendecak-decak kaya gitu ?", tanyanya membuyarkan lamunanku.
"Emmm ....nggak ....itu lho ....kagum ....ni perusahaan hebat betul ....waitress-nya cakep banget, telanjang lagi !", jawabku seenaknya. Maria tertawa terbahak-bahak.
"Company service", candanya sambil terseyum, ia menyodorkan segelas softdrink kepadaku, kemudian duduk menyamping disebelahku, satu kakinya menumpang di atas pahaku. Kugeser sedikit tubuhku agar bisa lebih leluasa menatapnya. Maria sambil meneguk minumannya ia menatapku. Kami salinhg berpandangan.

"You're so beautiful ....", bisikku sambil mempermainkan rambutnya.
"Mmmm ....thanks, you're so sweet ...", ia tersenyum, kemudian meletakkan minumannya di meja.

Maria kemudian bangkit dari duduknya dan bergerak duduk di atas pangkuanku. Sambil menatapku ia meletakkan kedua tangannya pada bahuku, meremas-remasnya dengan lembut. Satu tanganku meraba dan meremas pinggulnya, tanganku yang lain masih memegang gelas yang sesekali kuteguk sedikit isinya. Sesaat kemudian kutempelkan gelasku ke perutnya, dinginnya minuman dan es batu yang ada di dalamnya membuat Maria menggelinjang sesaat. Kuusapkan gelas itu naik ke atas, titik-titik air yang menempel pada bagian luar gelas itu kini berpindah ke kulit tubuhnya .... membuat garisan basah memanjang mulai dari pusarnya dan semakin ke atas .... ke celah di antara dua buah dadanya .... kuusap-usapkan gelas itu di sekitar buah dadanya .... kembali kudengar desahan dari bibir Maria .... kuturunkan kembali usapan gelasku ke pusarnya ..... kemudian dengan agak kuat kutekan bibir gelas itu hingga menempel pada dinding perutnya, dengan hati-hati kuangkat sedikit demi sedikit bagian bawah gelas itu, hingga cairan minuman yang ada di dalamnya membasahi perutnya dan jatuh kembali ke gelas tanpa terbuang ke bawah sedikitpun .... Maria menggelinjang sesaat .... punggungnya bergerak menegap .... dengan cara yang sama kugeser bibir gelas itu bergerak ke atas .... sambil sedikit demi sedkit menumpahkan isinya ... Maria semakin mendesah .... punggungnya bergerak melengkung ke depan .... buah dadanya yang montok dan padat itu semakin menonjol di hadapanku .... cipratan-cipratan isi gelasku semakin mendekati buah dadanya ..... dan ketika pada bagian yang tepat kutangkupkan mulut gelas itu pada buah dadanya yang sebelah kiri dan melingkari putingnya, terendam oleh minuman isi gelas itu .... tubuhnya tergetar .... kulihat kepalanya mendongak ke atas dengan rambut terurai lepas ke belakang tubuhnya ..... punggungnya semakin melengkung ..... ia merintih ...... kukocok-kocok isi gelas itu .... menjauh .... mendekat ... dan membasahi putingnya .... setiap kali minuman isi gelas itu membasahi putingnya setiap kali itu pula kudengar rintihannya .....

Beberapa saat kemudian dengan cepat kulepaskan gelasku dari dadanya dengan sedikit menumpahkan isinya, kuteguk sampai habis isinya dan kuletakkan di atas meja. Berikutnya wajahkupun terbenam di antara montoknya buah dada yang ada di depanku. Kuhisap perlahan-lahan bekas-bekas minuman yang membasahi dadanya .... putingnya .... Maria mendekap kepalaku dengan kuat .... kedua tangannya meremas rambutku .... desah dan rintihannya terdengar silih berganti ....Maria kemudian mengangkat wajahku dan menciumku dengan bernafsu .... bibirnya kemudian merambah pipiku .... telingaku .... kedua tangannya bergerak mengusap-usap bulu-bulu dadaku .... lumatan bibirnya beraliha ke leherku .... dan semakin lama semakin turun .... perlahan-lahan .... melumat dadaku .... lidahnya sesekali menjilati bulu-bulu yang ada disana .... dan ahhhhhhh ..... ia kini mengulum puting dadaku ..... menghisapnya perlahan-lahan ..... satu tangannya mulai merambah menelusuri perutku dan semakin turun .... menyelinap ke dalam celanaku yang memang sudah terbuka sejak tadi ..... kemudian menyelinap lebih jauh lagi ke dalam celana dalamku .... meraba si Hercules kecil yang sudah tak sabar ingin bertempur .... lepas dari puting dadaku lumatan bibir dan jilatan lidahnya bergerak turun ke perutku .... turun lagi .... semakin turun ..... Maria kemudian bergerak turun dari kursi .... ia duduk berlutut di antara kedua kakiku .... kepalanya mendongak ke atas ... menatapku dengan penuh birahi .... sesaat kemudian kedua tangannya bergerak melolosi celanaku dan sekaligus itu pula ia menarik turun celana dalamku .... kuangkat sedikit pantatku untuk membantunya .... Maria dengan senyuman penuh nafsu menatapku sambil melemparkan celanaku jauh-jauh ke lantai.

"You're mine now ....", bisiknya menatapku dengan sinar mata menggoda, ia kemudian menggenggam si Hercules kecilku. Wajahnya perlahan-lahan bergerak menunduk ..... Diamatinya jagoanku dengan seksama .... sambil tangannya perlahan-lahan meraba naik turun ..... jari-jari tangannya dengan lembut mengelus ..... mulai dari akar hingga ujungnya ..... menelusuri setiap urat-urat yang sudah meregang dan bertebaran disana sini ..... ujung jari telunjuknya kemudian mengelus mulai dari bagian yang paling bawah ..... dan perlahan-lahan naik mengikuti alur bulu-bulu yang tumbuh hingga ke bagian tengah ..... kemudian ia mulai menggenggam lagi lebih erat ..... dicobanya lebih erat lagi ...... tidak bisa .... genggaman jemari tangannya yang lentik itu telah penuh dengan batang tubuh Hercules kecilku .... ahhhh .... kudengar desahan dari mulutnya ..... Maria menggumamkan sesuatu yang tak jelas kudengar ..... ia benar-benar pandai menikmati sensasi yang mengalir melalui sentuhan-sentuhan jemarinya pada Hercules kecilku. Sesaat kemudian ia melepaskan genggaman jemarinya, kedua tangannya menyelinap ke belakang tubuhku .... meremas pinggulku dan menariknya, berusaha untuk menggeser dudukku untuk lebih maju lagi ..... kubantu dengan menyorongkan pantatku ke depan .... punggungku kini setengah tersandar .... pantatku berada di ujung sofa ..... kedua kakiku semakin terbuka lebar ..... jagoanku tersandar dalam keadaan tegang ....

Wajah Maria kemudian mendekat ..... lidahnya menjulur keluar dan ujungnya sesaat kemudian menyentuh kantung yang berada di bawah Hercules kecilku ..... menyelinap lebih ke bawah lagi ..... kehangatan jilatan lidahnya mulai terasa mengalir ..... ujung lidahnya semakin ke bawah .... dan semakin ke bawah ..... melewati batas paling bawah dari kantung yang berisi dengan dua bola itu ..... dan semakin ke bawah lagi .... nyaris menyentuh rectum-ku ..... tubuhku tergetar ..... tanpa kusadari pantatku sudah terangkat dengan sendirinya ....Maria kemudian menatapku ..... tak lama kemudian ia menggerakkan jilatan ujung lidahnya naik ke atas ..... perlahan-lahan ..... menggaris di antara rectum dan kantong bolaku ...... naik lagi ..... kedua matanya masih menatapku ..... menikmati setiap perubahan air mukaku yang semakin memerah dibakar api birahi ..... ujung lidahnya kini berada pada bagian akar Hercules kecilku .... salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku ..... menyentuh rectum-ku ..... dan merabanya ..... tubuhku tergetar lagi .... tangannya yang lain kemudian bergerak keluar dari belakang tubuhku ..... dengan satu jari ia menarik Hercules kecilku dari sandarannya untuk berdiri tegap ...... Maria melanjutkan perjalanan lidahnya ..... naik semakin ke atas ..... perlahan-lahan ..... setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik ..... teramat perlahan ..... melewati bagian tengah ..... naik lagi ..... ke bagian leher ...... kedua tanganku tak kusadari sudah mencengkeram ujung sofa ..... Ujung lidahnya naik lebih ke atas lagi dan .... Ops ! Hercules kecilku meronta ketika ujung lidahnya menyentuh bagian terbawah dari kepalanya .... perlahan-lahan dengan dibantu tarikan jari tangannya ia melanjutkan jilatan ujung lidahnya mengelilingi bagian bawah kepala Hercules kecilku ... desisan dari mulutkupun tak dapat kutahan lagi .... berulang-ulang ujung lidahnya bergerak berkeliling ..... perlahan-lahan .... setiap putaran kurasakan bagaikan kenikmatan yang tak pernah usai .... begitu nikmat .... begitu perlahan .... setiap kali kutundukkan wajahku melihat apa yang dilakukannya setiap kali itu pula kulihat Maria masih tetap memandang wajahku ....

Sesaat kemudian Maria kulihat melepaskan tangannya dari tubuh Hercules kecilku, ia menyibakkan rambutnya ke samping .... satu jarinya kembali menarik bagian bawah tubuh Hercules kecilku .... dengan sedikit memiringkan kepalanya Maria kemudian mulai menurunkan wajahnya mendekati kepala Hercules kecilku .... sesaat kemudian ia mulai merekahkan kedua bibirnya .... ketika bibirnya nyaris menyentuh ia menghentikan gerakan turun wajahnya ..... ia kemudian membuka mulutnya lebih lebar .... kurasakan kehangatan hembusan napas dari mulutnya pada kepala Hercules kecilku ... pandangan matanya kini hanya tertuju pada ujung kepala Hercules kecilku .... ia semakin lebar membuka mulutnya ... lebih lebar lagi ... dan ..... Luar biasa, dengan berhati-hati ia memasukkan kepala Hercules kecilku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh sedikitpun oleh bibirnya !!!

Perlahan-lahan dengan sangat berhati-hati Maria semakin menunduk dan memasukkan Hercules kecilku lebih dalam lagi ke mulutnya .... kini seluruh bagian kepalanya sudah berada di dalam .... sesaat kemudian bergerak perlahan-lahan semakin jauh .... hingga di bagian tengah batang tubuh Hercules kecilku .... saat itulah kurasakan kepala Hercules kecilku menyentuh bagian terdalam mulutnya .... tubuhku tersentak sesaat ....

Maria kemudian menempelkan seluruh lidahnya pada tubuh Hercules kecilku .... kedua bibirnya sesaat kemudian merapat .... kurasakan kehangatan yang luar biasa nikmatnya mengguyur sekujur tubuh Hercules kecilku ... perlahan-lahan kemudian kepala Maria mulai naik dengan gerakan spiral ... bersamaan dengan itu pula kurasakan tangannya menarik turun bagian bawah batang tubuh Hercules kecilku .... hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di bagian kepala .... kurasakan bagian kepala itu semakin membengkak dan sensitif .... begitu sensitifnya hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Maria begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat syaraf yang ada di sana .... selesai melumat kepala Hercules kecilku ia perlahan kemudian menundukkan kepalanya lagi ..... mengulanginya dengan cara yang sama ..... turun .... naik dengan gerakan spiral .... tangan mengocok ke bawah ..... menjilat .... menghisap .... turun lagi ... begitu seterusnya berulang-ulang .... aku tak mampu lagi menatapnya .... tubuhku semakin lama semakin melengkung ke belakang .... kepalaku sudah terdongak ke atas ... kupejamkan mataku ....Maria begitu luar biasa melakukannya ... tak sekalipun kurasakan giginya menyentuh kulit Hercules kecilku ... tangannya yang lain tak henti-hentinya meraba rectumku ... terkadang meraba disekelilingnya ... terkadang ia menyentuhkan ujung kukunya tepat di tengah-tengahnya .... Hercules kecilku semakin meronta-ronta .... denyut-denyut nikmat semakin kurasakan belarian di sepanjang tubuh Hercules kecilku .... seluruh otot di tubuhku serasa meregang .... tak kusadari mulutku mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan .... silih berganti dengan namanya yang entah sudah berapa kali kuteriakkan .... semakin lama kenikmatan itu semakin menggila .... tubuhku menggelinjang ke sana kemari .... pikiranku sudah melayang-layang jauh entah ke mana .... tak kusadari lagi sekelilingku .... terhempas oleh gelombang kenikmatan yang mendera seluruh urat syaraf di tubuhku ..... yang semakin tinggi .... dan semakin tinggi ... dan ketika aku nyaris sampai di tepi pantai letak puncak kenikmatan .... kurasakan ada sesuatu yang menahan laju perahu birahiku ..... aku menggeliat ... meronta .... berusaha melepaskan sesuatu yang menahan laju perahuku .... namun tarikan yang menahan itu juga semakin kuat .... perlahan-lahan kemudian aku kembali ke alam sadarku .... kurasakan sesuatu memijit dan mengurut belakang leherku ... kubuka mataku ..... kulihat wajah Maria tersenyum berada di depan wajahku, tangan kirinya berada di belakang leherku , kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam dengan erat persis di bagian leher Herculesku, mencekiknya .....

"Wait lover ... save it for me .... I have better place for that ... ", bisiknya sambil tersenyum dan menepuk-nepuk pipiku.

Gila ! Luar biasa ! Belum pernah kualami hal seperti ini. Memang ada beberapa diantara wanita-wanita yang pernah 'mengayuh perahu birahi' bersamaku terkadang juga suka mengendalikan. Tapi belum pernah aku dikendalikan seorang wanita dengan cara sedahsyat yang barusan kualami. Maria benar-benar menguasainya, ia dengan lihainya telah menyeret diriku ke dalam gelombang kenikmatan, kemudian mengayun dan menghempaskannya, dan akhirnya menghentikannya di saat yang tepat sebelum tenggelam.

"You must be goddess ....", bisikku sambil menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya. Maria tertawa manja.
"Eh, bisa mati tuh kalo kamu cekik terus begitu ...", bisikku lagi merasakan genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur pada Hercules kecilku. Maria tertawa geli,
"Is he okay now ? Jangan sampe mati donk ....bisa gila aku nanti ...", balasnya sambil melepaskan genggamannya pada Hercules kecilku yang masih berdiri tegap namun sudah lebih tenang. Sesaat kemudian ia bergerak menempatkan kedua lututnya di samping pinggangku , kedua telapak kakinya menekan sisi luar kedua pahaku dan perlahan kemudian ia merangsek lebih maju lagi, bibir gua kenikmatannya menempel pada perutku, kedua tangannya kemudian memegang wajahku. Ia merunduk dan mengecup bibirku .... kuusap punggungnya .... dan turun kebawah meremas bongkahan seksi pantatnya ....

Maria kemudian mulai menaikkan bagian bawah tubuhnya lebih tinggi lagi .... kusorongkan bagian bawah tubuhku lebih maju lagi hingga pantatku lepas dari sofa. Tangannya tak lama kemudian mulai menggenggam Hercules kecilku ..... pada saat itulah tanpa kusengaja dari balik ketiak Maria kulihat seseorang memutar handle pintu ruangan kantor Maria .... pintu itu akhirnya tanpa mengeluarkan suara terbuka sedikit demi sedikit .... dari celah pintu itu kulihat ada kepala menyelinap masuk .... kepala si Dessy sekretaris Maria !!! Ia rupanya tak mengetahui kalau aku melihatnya, matanya terbelalak menatap pemandangan luar bisa yang ada di depannya, mulutnya ternganga ketika ia melihat Maria yang membelakanginya dalam posisi setengah berlutut sedang menggenggam Hercules kecilku .... dan menuntunnya untuk segera mendobrak pintu gerbang kenikmatannya .....

Ketika ujung kepala Hercules kecilku sudah berada di tempat yang tepat, Maria perlahan menurunkan pantatnya .... ujung kepala Herculesku menyentuh pintu gerbang itu .... Maria mendesah .... sesaat kemudian ia mendesakkan miliknya untuk lebih turun ... dan lebih turun lagi ... ujung kepala Herculesku mulai menyelip diantara celah yang mulai membuka itu .... Maria berusaha mendesakkan lagi tubuh bagian bawahnya .... tertahan .... didesaknya lagi .... masih tertahan .... Maria membuka kedua lututnya lebih lebar lagi ..... ia kemudian mendesakkan lagi pintu gerbangnya .... perlahan-lahan dengan susah payah kepala Hercules kecilku menyelinap masuk .... terjepit erat .... tubuh Maria tergetar sesaat .... ia kemudian melepaskan genggaman tangannya .... kedua tangannya kini setengah bertumpu di dadaku ....perlahan-lahan kemudian ia menurunkan bagian bawah tubuhnya semakin ke bawah .... dan perlahan-lahan pula kurasakan batang tubuh Hercules melesak masuk menelusuri gua kenikmatan Maria .... mili demi mili .... begitu sesak kurasakan .... walaupun terasa pula sangat licin dan hangat .... dan seiring dengan itu rintihan kenikmatan Maria terdengar ... semakin dalam Hercules kecilku menerobos masuk, kepala Maria semakin terdongak ke atas .... hingga akhirnya gerakan turun tubuhnya terhenti .... kurasakan kepala Hercules kecilku menyentuh bagian dasar gua kenikmatan itu .... Maria terduduk dengan terengah-engah .... kuremas-remas pinggulnya .... beberapa saat kami terdiam dalam posisi seperti itu ...

Maria kemudian menundukkan wajahnya, bibirnya menghampiri dan melumat bibirku .... lidahnya masuk ke dalam mulutku dan saling memilin dengan lidahku .... sesaat kemudian ia mengecup dan melumat leherku.

"Mmmmhhhh .... kasih tanda ...ehhhhh ..... supaya dia pergi ....", bisiknya sambil mendesah di telingaku membuatku terkejut karena ternyata ia juga tahu kalau ada yang mengintip. Dan ketika kuperhatikan lagi si Dessy yang sedang mengintip di antara celah pintu itu tampak menutup mulut dengan tangannya, terperangah oleh pemandangan yang mengusik nafsu birahinya. Untuk mengusirnya pergi akhirnya dengan iseng kulambaikan tanganku ke arahnya, seolah-olah memanggilnya untuk mendekat. Kulihat mata Dessy terbelalak, rupanya ia terkejut karena aku mengetahui kehadirannya, sedetik kemudian ia buru-buru merapatkan kembali pintu itu.

"Gara-gara kamu iseng di telpon tuh ...", bisik Maria sambil tersenyum.
"Kamunya aja yang keterlaluan merintih-rintih ...", balasku menggoda.
"Ihh ... kamu emang gila kok .... pantesan si Dessy ... auchhh ...", Maria menjerit lirih ketika di tengah pembicaraannya kusodokkan Hercules kecilku menekan dasar liang surga dunianya.
"Awas kamu ya ...", Maria meremas dadaku dan menggoyangkan pinggulnya berputar-putar .... ahhhhh .... Hercules kecilku bagaikan dipelintir dengan lembut .... kulumat puting susunya dengan bibirku ... Maria menggelinjang dan merintih .... sambil menggoyang berputar pinggulnya bergerak naik perlahan ..... batang Hercules kecilku bergerak keluar hingga hanya kepalanya saja yang tertinggal di dalam .... perlahan-lahan pinggul Maria bergerak turun .... hingga mentok ke bagian dasar .... kemudian naik lagi dengan gerakan berputar .... turun lagi .... begitu seterusnya ....

Bukan kepalang nikmat yang kurasakan .... tubuhnya naik turun perlahan-lahan .... seiring dengan desah dan rintihannya .... kedua tangannya tak henti-henti meraba dadaku .... terkadang ia memilin kedua puting susuku dengan jarinya .... terkadang ia mengerang ketika Hercules kecilku yang sudah mencapai dasar liangnya masih kutekan lebih jauh ke atas lagi .... pikiranku kembali melayang-layang .... terombang-ambing di tengah samudera birahi .... seluruh indera tubuhku seakan terpaku kepada kenikmatan syahwat yang sedang menjajahku .... menyaksikan seorang wanita yang cantik dengan tubuh mulus seksi bergerak naik turun memompakan kenikmatan demi kenikmatan ke sekujur tubuhku .... kurasakan Hercules kecil bagaikan seorang narapidana yang tersekap di penjara .... meronta .... menerjang-nerjang .... mengerahkan seluruh kekuatannya untuk bertahan .... namun himpitan dinding penjara itu lebih banyak mengendalikannya ..... membuatnya semakin lama semakin tak berdaya .... kurasakan waktu baginya sudah tak lama lagi .... kukerahkan segenap kemampuanku untuk bertahan .... kucoba mengatur napasku yang terengah-engah .... Maria melumat bibirku .... ahhhh .... betotan nafsu yang dipompakannya lebih berkuasa ketimbang akal pikiranku .... nikmat yang kurasakan semakin memuncak .... kucoba untuk memasukkan segala sesuatu ke dalam otakku .... sistem analisa, struktur organisasi, komputer, design, 2x2=4,4x4=16,16x16=.... terlambat ..... kurasakan Hercules kecilku sudah berdenyut-denyut ....

"Ahhhhh .... biarin .... biarin nDra .... ssshh ... let it go ....mmmhhh ....", bisiknya sambil mendesah, rupanya ia mengerti aku sedang berjuang untuk menahan ejakulasiku ketika dilihatnya aku terdiam dengan mata terpejam.

Maria kemudian memeluk dengan erat leherku ... menarikku hingga tubuh kami melekat dan menyatu .... sesaat kemudian bibirnya merapat ke bibirku ... kami saling melumat bibir .... Maria sesaat kemudian menggerak-gerakkan pinggulnya tanpa menaik turunkan pantatnya .... dan kurasakan Hercules kecilku bagaikan dikocok-kocok oleh sebuah tangan yang sangat lunak dan licin .... terkadang terasa ada remasan-remasan lembut .... Maria juga seakan terbawa oleh kenikmatan yang diberikan kepadaku .... ia merintih dan mengerang di telingaku .... kurasakan waktuku sudah semakin sempit ..... kupeluk tubuhnya dengan sejadi-jadinya .... kenikmatan sudah berada di pinggir puncaknya ... Herculesku bergetar-getar semakin keras dan .... satu ... dua ....

"Yahhhh .... lepasin .... ahhhhh ..... lepasin nDra". Getaran itu semakin keras .... tiga ... empat ....
"Ahhh ... mmhhhh .... c'mon lover .... mmhhhhh ....", bisiknya. Seluruh tubuhku kini bergetar dengan keras .... lima .... jebol .... Hercules kecilku memuntahkan isi perutnya .... menyembur-nyembur .... membasahi bagian dasar rongga kenikmatan Maria .... tak kusadari aku sudah mengangkat tubuhku berikut tubuh Maria lepas dari sofa .... setengah berdiri ...

Perlahan aku menurunkan tubuhku duduk kembali, kusandarkan kepalaku, menikmati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang baru saja kualami. Napasku terengah-engah, begitu pula Maria.

"Ouchh ... hhhhhh .... thats right ... mmhhh ... so beautiful ...", bisik Maria sambil mengecupi bibir dan keningku. Namun kenikmatan itu berbaur dengan kekecewaan di dalam hatiku. Chicken boy ! Loyo ! Kampungan, gerutuku dalam hati mengutuk diriku yang tak mampu memberikan kepuasan kepada seorang wanita. Kutahu Maria belum sampai ke puncak kenikmatannya. Maria tak bergeming dari posisinya, Hercules kecilku yang masih berada di dalam rongga kenikmatannya kini kurasakan sedikit melembek
.
"You're so good, that was so nice Maria. Sorry, aku mengecewakan kamu ...", bisikku meminta maaf.
"It's okay ...", bisiknya kemudian mengecup lembut bibirku. Maria kemudian menjulurkan tangannya meraih gelas di meja yang masih berisi sisa minumannya. Ia meneguknya sesaat, kemudian menyorongkannya ke bibirku, kuteguk hingga habis sisa minumannya. Minuman dingin itu begitu nikmat membasahi kerongkonganku yang kering setelah 'berolah raga'. Maria kemudian mencoba merengkuh tubuhku, kutahu keinginannya untuk berpelukan, kusorongkan tubuhku, kedua tanganku kulingkarkan ke punggungnya. Kami berpelukan erat.

Tak lama kemudian, ada rasa dingin kurasakan pada punggungku, rupanya Maria menempelkan gelas yang tinggal berisi es batu itu ke punggungku. Rasa dingin itu perlahan-lahan bergeser naik ke atas dan berhenti di tengkukku. Nikmat rasanya. Sesekali tangannya yang lain memijit-mijit. Tak lama kemudian seluruh tubuhku terasa segar kembali, rasa dingin dari gelas dan pijitan-pijitan Maria itu telah mengusir rasa penat setelah bercinta yang kurasakan. Kurasakan bibir Maria yang sejak tadi berada di leherku kini mulai mengecupinya .... saling berganti dengan lidahnya yang juga mulai bereaksi .... mengalirkan rasa hangat ke dalam tubuhku .... silih berganti dengan rasa dingin pada tengkukku ... amboy .... kuresapi nikmatnya perlakuan Maria pada diriku itu .... Wait !!!

Ada sesuatu yang kurasakan pada bagian bawah tubuhku .... Ahhh .... kurasakan pada Hercules kecilku yang sudah melembek itu ada sesuatu yang meremas-remasnya .... darahku berdesir menyadari apa yang dilakukan Maria dengan menggunakan rongga kenikmatannya pada Hercules kecilku .... remasan-remasan itu semakin terasa seiring dengan mulai tegapnya tubuh Hercules kecilku .... satu dua kali terkadang Maria menggerakkan pinggulnya .... Hercules kecilku semakin tegap .... salah satu tangan Maria bergerak ke belakang tubuhnya .... turun mengusap kantong perbekalan Hercules kecilku .... gladiator kecilku mulai meregang keperkasaannya .... otot-otot si seluruh tubuhnya mulai meregang .... bak binaragawan yang sedang berlomba .... kepalanya semakin lama semakin menjulur ke atas .... Maria semakin menggoyangkan pinggulnya .... dan .... Happ !!! Kepala Hercules kecilku menyentuh bagian dasar gua kenikmatan Maria. Tubuh Maria tergetar sesaat.

"Yesss !!! I knew it ! I really knew it !", sorak Maria dengan suara berbisik, matanya berbinar-binar.
"Apaan sih ?", tanyaku sambil tersenyum.
"Nggak usah tanya-tanya ah ! You're really my lover. Jagoan ! Hebat kamu, cuman semenit udah .... hi...hi...hi", Maria terkekeh. Aku hanya tersenyum, dalam hati aku benar-benar angkat topi kepadanya. Ia benar-benar pandai menghargai perasaan pasangannya. Padahal kalau kupikir-pikir sebenarnya kalau nggak dari upayanya yang lihai itu mana mungkin aku bisa siap 'tanding-ulang' dalam waktu secepat itu. Kebiasaanku paling tidak butuh setengah jam, itupun kalau nggak ketiduran.

Maria menjulurkan tangannya untuk meletakkan gelas minumannya di meja. Ia menggerakkan tubuhnya naik, perlahan-lahan mengeluarkan Hercules kecilku dari rongga kenikmatannya, dan sebelum bagian kepalanya terlepas ia menggenggam bagian bawahnya, kemudian ia melanjutkannya hingga tinggal ujung kepala Hercules kecilku yang masih menempel di mulut gua kenikmatannya. Maria terdiam beberapa saat dalam posisi seperti itu, dan perlahan-lahan cairan muntahan Hercules kecilku keluar dari dalam guanya, menetes dan jatuh ke kepala Hercules kecilku, kemudian mengalir ke bawah membasahi pangkal pahaku. Setelah tak ada lagi yang menetes keluar, Maria mengambil tissue yang ada di atas meja, perlahan-lahan ia membersihkan cairan yang membasahi pangkal pahaku itu, tanpa membuat ujung kepala Hercules kecilku terlepas dari bibir liang syahwatnya. Sesaat kemudian ia membuang tissue itu dan menggerakkan tubuhnya turun, membenamkan kembali Hercules kecilku untuk masuk ke dalam kehangatan rongga yang licin itu .... ia menggigit bibir bawahnya .....

Dan bagiku itu adalah suatu tanda untuk memulai lagi perjalanan bahtera birahi kami. Kurengkuh tubuhnya dan tanpa memisahkan tubuh kami yang sudah menyatu perlahan kubaringkan ia pada sofa itu. Kuletakkan kepalanya pada sandaran tangan sofa. Tubuhku bertumpu pada siku menindih tubuhnya .... Kami saling berpandangan ..... kubelai rambutnya .... ia mengusap dadaku ....

"Kamu luar biasa ....", bisikku dengan nada kagum kepadanya.
"That's nothing .... I know that guys always better in the second round, coba lihat nanti", ucapnya dengan tersenyum menggoda.
"Hmmm ... you should be a goddess ...", ujarku memuji.
"Which one, Venus atau Aphrodite ?", tanyanya bercanda.
"Both !", balasku bercanda.
"Enough of this chit-chat !", sergah Maria, bibirnya melumat bibirku.

Aku mulai menarik mundur prajuritku .... perlahan-lahan .... Maria semakin ganas melumat bibirku .... kudorong maju lagi .... mundur .... maju .... semuanya dengan perlahan-lahan .... kedua tangan Maria pun tak tinggal diam .... berkeliaran di belakang tubuhku .... ia melepaskan lumatannya pada bibirku dengan napas terengah-engah .... dan sesaat kemudian telah berubah menjadi desah dan rintihan .... tubuhnya mulai menggelinjang ..... sesaat kemudian ia menumpangkan salah satu kakinya ke atas sandaran sofa .... mengangkang lebih lebar .... kedua tangannya kemudian merayap ke pantatku .... meremas dan menekannya .... setiap kali bergerak naik ke atas ia selalu menekannya kembali .... kucoba agak mempercepat gerak naik turunku .... ia kini melepaskan tekanan tangannya ..... kusadari keinginannya .... kuturunkan salah satu kakiku memijak lantai .... perpaduan posisi tubuh kami kini membuatku lebih leluasa untuk bergerak makin cepat .... pinggul Maria mulai bergerak mengimbangi .... kupercepat gerakanku .... kupercepat lagi hingga batas yang memungkinkan .... kupertahankan kecepatan itu tanpa mengurangi atau melebihinya .... kurasakan rongga kenikmatan Maria semakin membasah dan licin .... mulutnya tak henti-hentinya mendesah .... merintih ... mengerang .... kukerahkan seluruh tenagaku untuk memompakan terus kenikmatan demi kenikmatan kepadanya .... kurasakan kebenaran ucapannya ..... "guys always better in the second time" .... tak ada sama sekali tanda-tanda kekalahan pada Hercules kecilku .... ia begitu perkasa .... meregangkan seluruh otot-otot ditubuhnya untuk bertempur dengan gegap gempita .... mendesak .... menerjang kesana kemari .... tak memberi kesempatan sedikitpun kepada musuh untuk menguasai jalannya pertempuran .... memporak porandakan seluruh pertahanan musuh ....

Maria semakin larut dalam kenikmatan .... bagian belakang tubuhku mulai dari punggung hingga pantat habis diremas-remasnya .... ia kemudian menaikkan kedua kakinya melingkari pinggangku .... kedua tumitnya saling mengait .... mengunci tubuhku .... kedua tangannya menarik dan menekan pantatku .... pinggulnya naik bergerak ke atas menyambut setiap gerak turun tubuhku .... seolah ingin membantu menghujamkan Hercules kecilku lebih dalam lagi ke dasar liang kenikmatannya ....

Keringat mulai mengucur di seluruh tubuhku jatuh dan bercampur dengan keringat tubuhnya .... kedua tubuh kami bagaikan di hempas gelombang badai .... terbanting-banting ke sofa .... tulang pubic kami secara ritmis saling bertabrakan .... menerbitkan pekikan-pekikan lirih dari mulutnya .... wajahnya kian memerah .... kedua alisnya semakin mengernyit .... kurasakan dinding-dinding rongga kenikmatannya semakin lama semakin menghimpit ..... otot-otot didalamnya semakin terasa meremas-remas .... kulihat kedua matanya sudah setengah terpejam .... mulutnya setengah terbuka dengan lidah mengambang di tengah-tengahnya .... ia rupanya sudah berada di ambang puncak kepuasannya.

Tak lama kemudian ia memeluk diriku sejadi-jadinya ..... kubalas dengan memeluk erat tubuhnya ..... kubenamkan Hercules kecilku sedalam-dalamnya .... hingga menyentuh dasar ..... dan kubiarkan terdiam menekannya .... kunanti saat-saat yang paling mengesankan itu .... dan tak lama kemudian .... dinding-dinding rongga kenikmatannya mulai berkontraksi .... semakin lama semakin keras .... dan semakin keras .... berkontraksi dengan hebat .... Maria memekik lirih .... kugerakkan pinggulku maju mundur perlahan-lahan .... sambil menekan tulang pubicnya dengan bertenaga .... kudekap dengan erat bongkahan pantatnya .... kontraksi itu semakin berkelanjutan ..... seiring dengan gerakan pinggulku .... dibarengi oleh pekikan-pekikan lirih Maria ..... seluruh tubuhnya bergetar hebat .... entah sudah berapa kali ia meneriakkan namaku disela-sela pekikannya .... hingga ia tak sanggup lagi meneriakkan pekik nikmatnya itu ... agaknya kenikmatan itu terlalu memuncak baginya ... Maria menggigit bahuku .... beberapa detik lamanya .... hingga akhirnya pelukannya mulai mengendur .... tangannya menahan pinggulku untuk menghentikan gerakannya .... tubuhnya terkulai .... kusandarkan kembali kepalanya .... ia terpejam dengan napas terengah-engah ....

Mungkin hampir dua menit lamanya ia dalam keadaan seperti itu, kubiarkan ia menikmati sisa-sisa kenikmatan yang barusan dirasakannya. Napasnya semakin teratur dan tak lama kemudian ia membuka kedua matanya.

"Beautiful .......", bisiknya lirih. Aku hanya tersenyum, kuusap keningnya yang basah oleh keringat, kemudian kukecup dengan lembut. Kedua tangannya kemudian mengusap punggungku, menyapu keringat yang membasahi di sana, kemudian wajahku, dadaku ....Jari tangannya bagaikan otomatis memilin puting dadaku .... membuatku meggelinjang .....Hercules kecilku yang masih berdiri tegar dan kokoh menggeliat di dalam benaman rongga kenimatannya
.....
"I want more ....", bisiknya dengan suara mendesah.
"My pleasure lady ....", sahutku dan kemudian mulai mengecup dan melumat bibirnya.

Sesaat kemudian aku mulai bergerak lagi .... memompakan kenikmatan bagi kami berdua .... yang semakin lama semakin memuncak .... desah dan rintihannya kembali menggema memenuhi ruangan .... seiring dengan gelinjang dan geliatan tubuhnya .... pinggulnya menari-nari mengimbangi setiap ayunan tubuhku .... kurasakan dinding-dinding rongga kenikmatannya semakin sensitif ..... hampir dalam setiap gerakan tubuhku disambutnya dengan remasan-remasan ..... otot-ototnya mencengkeram dan melepas bergantian .... seiring dengan keluar masuknya Hercules kecilku .... mencengkeram disaat ia hendak keluar .... dan melepaskannya ketika masuk ..... begitu nikmat .... dan kenikmatan itu begitu terasa menguasai seluruh urat syarafku .... nyaris kembali membobolkan pertahananku ..... namun Maria tak membiarkannya .... ia menekan pinggulku untuk berhenti bergerak .... dan terdiam beberapa saat untuk mengendorkan serbuan rasa nikmat yang menguasai diriku .... hingga aku mampu mengontrol kembali diriku .... dan bergerak lagi ... menabuh irama birahi bersamanya .... dan menarikan tarian nafsu birahi .... menggelinjang .... menggeliat ..... merintih .... mendesah .... mengerang .... silih berganti .... dan menghentikannya disaat aku mulai kehilangan kendali .... demikian seterusnya.

Entah sudah berapa kali aku terhenti untuk mengendalikan diriku, terkadang aku sendiri mampu mengontrolnya namun tak jarang pula Maria dengan piawainya mengetahui dan menghentikan irama percintaan kami, namun dengan cara bercinta seperti itu yang jelas sudah beberapa kali kurasakan serangkaian kontraksi pada dinding liang kenikmatannya yang diiringi pekik-pekik lirihnya.

Maria benar-benar mengendalikan diriku, aku bagaikan 'sex-machine' baginya, bagaikan 'kuda Troja' yang ditunggangi untuk mengantarnya berkali-kali ke puncak kenikmatannya, namun aku tak perduli, karena kenikmatan yang kurasakan juga benar-benar membuai diriku, begitu lama, begitu panjang, membuatku lupa akan dunia nyata, lupa waktu, lupa berada di mana, yang ada hanya diriku dan dirinya di suatu tempat yang kutak tahu dimana dan apa namanya, semuanya begitu maya.Tubuhku dan tubuhnya sudah bersimbah peluh hasil olah asmara kami, namun semua itu tidak kami perdulikan, kami terus bergerak dan bergerak.

Maria kemudian berbisik di telingaku meminta untuk berada di atas ketika dilihatnya kedua tanganku yang menopang tubuhku tak kusadari sudah gemetaran. Dengan serta merta kuangkat tubuhnya untuk duduk dipangkuanku, Maria membalas dengan memeluk erat tubuhku, kemudian dengan berhati-hati kuputar posisi tubuhku dan perlahan-lahan rebah bersandar menggantikan tempat Maria, tanpa melepaskan sedikitpun pertautan tubuh kami.

Maria kemudian mulai menggerakkan pinggulnya .... kedua tangannya bertumpu pada dadaku .... sesekali tubuhnya membungkuk mendekat dan kemudian bibirnya melumat bibirku .... lidahnya terkadang menyelinap masuk dan memilin lidahku .... dan jika tubuhnya menjauh dengan serta merta kuciumi buah dadanya .... kuhisap puting susunya .... membuatnya semakin mengerang-erang nikmat .... kedua tanganku tak henti-henti menjalari seluruh tubuhnya ... punggungnya .... pinggulnya ... kedua bukit pantatnya ..... dan meremas-remas di sana .... menyentuh dan meraba rectumnya .... tubuhnya semakin hebat menggelinjang dan menggeliat..... dan serta merta pula kurasakan remasan-remasan pada sekujur tubuh Hercules kecilku semakin menjadi-jadi .....

Kami bagaikan sepasang pendaki yang sedang menjelajahi rimba asmara .... bergegas .... berpacu ..... mengerahkan seluruh tenaga .... untuk bersama-sama menuju ke puncak kenikmatan .... terkadang salah satu diantara kami tertinggal .... maka yang lain menunggu dan menggapai untuk kembali berpacu bersama ..... saling memacu .... saling menunggu .... seolah ada kata sepakat yang tak diucapkan ..... hasrat yang tak tersirat .... yaitu ingin meraih puncak itu secara bersama-sama .... kata-kata

"Tunggu !", "Wait !", "Not now !" dan semacamnya silih berganti terucap oleh kami berdua ....

Upaya itu akhirnya tak sia-sia ketika Maria melihatku meregang menahan nikmat dan kurasakan pula kontraksi liang kenikmatannya mulai terasa .... dengan satu jeritan lirih ia menghujamkan pantatnya ke bawah sejauh-jauhnya ..... Hercules kecilku melesak masuk hingga ke akar-akarnya .... Maria kemudian merebahkan tubuhnya menindih tubuhku ..... ia memeluk dan membenamkan wajahnya di samping wajahku .... kupeluk dengan erat punggungnya .... kedua kakinya tak lama kemudian merapat ..... dinding rongga kenikmatannya semakin hebat menghimpit seluruh tubuh Hercules kecilku .... kemudian ia menggerakkan pinggulnya naik turun dengan hanya mengkontraksikan otot yang ada di pantat dan pinggulnya .... mengocok dan meremas batang tubuh Hercules kecilku .... perlahan-lahan ..... denyut-denyut di sekujur tubuh Hercules kecilku bagaikan saling sahut menyahut dengan kontraksi liang kenikmatannya .... semakin lama semakin intens .....

Maria mengerahkan segala kemampuannya untuk menggiring gelora kenikmatan kami selama mungkin ..... tak sekalipun ia mempercepat gerakan pinggulnya ..... tetap perlahan-lahan ..... menggecak .... meremas .... mengocok ..... rintihan dari mulutnya semakin menjadi-jadi ..... silih berganti dengan namaku yang disebut-sebutnya ..... tubuhku dan tubuhnya semakin meregang ..... otot-otot diseluruh tubuhku seakan dibetot keluar secara perlahan-lahan .... semakin lama pelukan kami semakin menggila ..... kami berdua terengah-engah berusaha menarik napas yang semakin lama semakin sulit ..... seiring dengan kenikmatan yang sudah di ambang batas puncaknya .... sejengkal demi sejengkal ..... langkah demi langkah ..... berusaha meraih puncak kenikmatan ..... kutahan napasku .... dan mungkin juga sudah tak mampu bernapas lagi ..... dan ..... Byarrr !!! Tergapailah puncak kenikmatan itu ..... gelombang demi gelombang kenikmatan menerpa tubuh kami berdua ..... Maria menjerit-jerit histeris ..... saling memeluk dan merengkuh dengan diriku .... seakan hendak meluluh lantakkan masing-masing tubuh kami ..... gelombang itu tak surut-surutnya melempar-lemparkan kedua tubuh kami ke dalam samudera kenikmatan ..... bagaikan pusaran air ... menghisap dan menelan tubuh kami ke dalamnya ..... hingga akhirnya kurasakan mataku berkunang-kunang ..... pikiranku melayang-layang ..... sekelilingku serasa buram ..... samar-samar .... yang ada hanya nikmat yang kurasakan menggedor-gedor seluruh jiwaku ..... tak kusadari lagi semua yang ada di luar diriku ..... bahkan tubuhku sendiri sudah tak terasa lagi ..... entah ada entah tiada .....

Entah berapa lama aku dalam keadaan 'collaps' seperti itu, hingga akhirnya perlahan-lahan kurasakan sakit pada bahuku seiring dengan kesadaranku yang kembali pulih, saat itulah kusadari ternyata aku masih menahan napasku dan serta merta dengan tersengal-sengal kutarik napas sebanyak-banyaknya. Kulihat bahuku yang berdarah dan bertanda bekas gigitan, samar-samar kudengar suara isakan tangis yang tertahan dari bibir Maria yang memeluk dan menyandarkan kepalanya di dadaku. 

sumber:www.krucil.com

No comments:

Post a Comment