Tuesday, June 5, 2012

Tukang Lulur Istriku

Kring… kring… kring!! Telepon di ruang kerjaku berdering. “Hallo, pap. Mama pulangnya agak malam, Istri pemilik usaha ini minta di temani jalan.” Dan bla-bla-bla, istriku mengoceh terus, tanpa kuperhatikan isinya. Tapi yang pasti, dia memintaku untuk menggantikannya dilulur. Dia merasa tidak enak dan kasihan sama Bu Eka (tukang lulur langganannya) kalau membatalkan janjian lulurnya. Akhirnya aku pun menyanggupi permintaan istriku untuk dilulur, walaupun aku tidak mempunyai masalah kebersihan pada tubuhku.
Jam 04.00 sore aku sudah sampai di rumah. Rupanya Bu Eka belum datang. Aku pun memutuskan untuk menyantap hidangan ringan sedikit. Belum habis kudapannya, Bu Eka sudah berada di muka pintu gerbang rumahku. Karena sudah terbiasa, dia langsung saja masuk dan segera membereskan kamar olah raga (biasanya dipakai istriku untuk senam dan luluran, dan dipakaiku untuk berolahraga kalau malas pergi ke pusat kebugaran). Sebelumnya pembantuku, Ning namanya, sudah aku beritahu kalau istriku tidak luluran. Akulah yang menggantikannya luluran. Sambil membawakan air minum, pembantuku memberitahuku kalau Bu Eka sudah menungguku dan siap untuk melulur.
“Sore Bu..” sapaku sambil membuka pakaianku dan juga celananya. Kulihat Bu Eka terkesima saat melihatku telanjang. Aku pun merasa maklum dan tidak merasa heran setiap kali melihat kaum wanita yang terkesima melihatku telanjang. Walau sudah berusia lebih dari setengah abad, tetapi fisikku masih layak dan pantas untuk dilihat, tidak kalah dengan fisik pria-pria yang lebih muda.
Sekarang aku hanya memakai celana dalam saja. Harusnya seperti istriku, kalau luluran tidak memakai apa-apa. Tetapi karena aku seorang lelaki, dan baru kali ini akan dilulur, tidak enak juga rasanya kalau harus telanjang bulat. Bisa dibilang baru kali ini aku mengobrol banyak dengan Bu Eka. Meskipun aku sudah sering melihatnya melulur istriku, tetapi aku jarang berkata-kata padanya. Dari obrolan kami, kutahu dia sudah lama menjadi tukang lulur. Kira-kira 10 tahun dan menjadi tulang punggung keluarganya. Dia bercerai dengan suaminya sudah sekitar 5 tahunan, dengan menanggung 2 anak yang beranjak remaja. Sambil tiduran (karena di lulur), aku perhatikan Bu Eka secara seksama. Umurnya kira-kira 35 tahun. Kulitnya putih (turunan Tionghoa) dan tingginya kira-kira 172 cm dengan berat sekitar 67 kg. Wajah menarik, kalau tidak bisa dibilang cantik. Sesekali Bu Eka menunduk, sambil menggosok badanku dengan lulur. Wah… tangan Bu Eka ini ternyata lembut juga. Mungkin karena pekerjaannya, tangannya jadi lembut.
Aku benar-benar tidak menyangka kalau Bu Eka ini memiliki payudara yang besar. BHnya berukuran kira-kira 36 D. Saat dia menunduk, payudaranya seakan tumpah ke bawah karena bagian penutup dadanya yang rendah. Aku menelan ludahku, menyaksikan pemandangan yang indah itu. Langsung saja kontolku ikut bergetar, terangsang dengan keindahan payudara dan keharuman tubuhnya. Ingin rasanya kutiduri dirinya. Ingin juga aku memasukkan kontolku ke dalam lubang kemaluannya. Hanya saja aku tidak mempunyai keberanian untuk itu, takut ketahuan istri dan pembantuku. Kalau ketahuan, alamat cilaka tiga belas!
Hanya saja pemandangan payudaranya yang menggiurkan, yang terus berulang ketika dia menunduk untuk melulurku, membuat darahku bergerak liar. Seketika nafsu birahiku terpancing, dan darah petualangku kembali naik ke kepala. Membuatku laksana cacing yang kepanasan. Jadi tidak ya, kukerjai janda cantik ini? Jadi/tidak. Jaadi/tidaak. Jaaadi/tiidaak. Akhirnya kuputuskan untuk mengerjainya, selagi istriku belum pulang, dan pembantuku asyik merumpi dengan pembantu tetangga. Sambil tak lepas-lepasnya mengamati payudaranya, dengan jakun yang turun naik, coba-coba kupancing dirinya.
“Bu… pernah nggak ngelulur laki-laki?” sambil bertanya, kusibakkan celana dalamku. Maksudku supaya dia turut melulur selangkanganku juga.
“Sering Pak. Malah beberapa langganan saya suaminya juga sering luluran…” terangnya.
“Nggak malu Bu? Kalau sampai ada yang buka celana gimana? Ibu’kan bisa melihat barang antiknya?” pancingku sambil tersenyum nakal, dan sengaja menekankan kata ’barang antik’ padanya. Nah… nah… nah… kelihatannya dia sudah mulai terbawa suasana mesum yang kutebarkan. Sambil tersipu-sipu, dia menjawab dengan sedikit tertawa; “Ya nggak dong Pak. ’Kan cuma melihat saja. Tidak diapa-apain. Paling-paling cuma dipegang saja”
Mendengar jawabannya, aku berteriak Yes! dalam hati. Perasaanku berkata; ”Kayaknya perempuan ini nakal juga nih”
Pikiran kotorku mulai beraksi. Dia sama saja dengan perempuan-perempuan lain yang pernah kutiduri sebelumnya.
“Kalau gitu, saya buka celana dalamnya ya Bu, biar bisa dilulur sekalian selangkangannya. Kayaknya dakinya banyak di situ” Tanpa ba-bi-bu, celana dalam segera kulepas. Kontol kesayanganku ini sontak berdiri tegak ke atas. Berdiri tegak dengan jantannya. Kini dihadapan Bu Eka berbaring dalam posisi menantang, seorang pria bertubuh tinggi, tegap, padat, kekar, dan atletis. Juga kontolnya yang sudah dalam keadaan siap tempur.
Kulihat ekspresi mukanya yang berubah sedikit. Entah kaget atau takjub melihat kontolku yang besar, panjang, dan berotot ini. “Lho… koq? Bisa gede juga Pak, adik kecilnya?” tanya Bu Eka sambil meledekku. Matanya tetap tidak berkedip memandang kontolku ini. Bisa kurasakan kalau birahinya mulai menggelora dan terbakar dari tatapan matanya ke tubuh bugil dan ke kontolku ini.
“Wah… ini sih belum apa-apa Bu. Kalau dipanasi bisa tambah greng lho!” ujarku sambil memegang tangannya. Kuarahkan tangan lembut itu ke batang kontolku. Tapi ternyata Bu Eka tidak kelihatan menolak. Bukannya mengelak, malah tangannya mulai memain-mainkan batang dan kepala kontolku. Gila! acara lulurannya pun jadi berubah! Jadi acara remas-remas tongkat sakti lelaki!
Kurasakan kenikmatan yang menyebar saat tangan-tangan Bu Eka yang lembut dan halus itu memainkan kontolku dengan mesranya. Diremas, diusap, dan dikocoknya pelan, membuat batang dan kepala kontolku kian membesar dan memanjang. Aku dapat melihat ekspresi wajah Bu Eka yang semakin terangsang, saat dia memainkan kontolku dan mendengarkan desahan nikmatku.
“Aah… mmhh…” Tidak kusia-siakan kesempatan ini. Setelah mengocok kontolku beberapa saat, segera kulepas tangannya dari kontolku. Spontan langsung kumasukkan kontolku ke mulut Bu Eka. Bibir lembut dan seksinya segera beraksi, untuk mengkulum dan menyedot kontolku. “Whoom… whoomm… whoop… whoopp” Bunyi mulutnya tatkala mengocok kontolku. “Besar sekali… Pak, sampe nggak muat ke mulut saya”, Sambil tersenyum nakal Bu Eka kembali beraksi. Masuk-keluar, maju-mundur, kontolku masuk ke mulut Bu Eka. “Uuhh… oohh… nikmat sekali… Buuhh… teruusshh… Buusshh… aduh… ennakkhh bangetthhh!” jerit nikmatku.
Aku benar-benar merasakan kenikmatan dioral oleh tukang lulur seseksi ini. Hampir saja aku keluar, tapi aku berusaha menahannya. Aku ingin spermaku keluar di dalam lubang memeknya Bu Eka. Sementara aku asyik mengerang-erang penuh kenikmatan, Bu Eka semakin menjadi-jadi tingkahnya. Dia menjadi tambah semangat dalam mengoral kontolku di mulutnya. ”Uuhhh… Bbuhh… ennaakhhh sekalliihh.. ooohh… nikmaatthh… terusshhh Bbuhhh… Oohhh…” begitulah racauan nikmatku sambil terus meremas-remas kepalanya dan membelai-belai sayang rambut indahnya yang harum.
Aku tidak puas dengan kulumannya. Aku ingin merasakan kuluman payudaranya juga. Selain itu aku ingin menyetubuhinya sebelum pembantuku selesai merumpi. Mulailah aku buka bajunya, kupegang payudaranya yang tadi membuatku terangsang. Payudaranya yang indah dan besar itu, kuremas-remas dengan lembut. Sepasang puting susunya, kupelintir bergantian. Merasakan kenakalan tanganku di payudaranya, Bu Eka tambah terangsang dan kuluman mulutnya menjadi semakin liar. Aku terus berusaha membuka bajunya, sementara dia tetap asyik dengan kontolku.
Dari rintihan-rintihan nikmatnya, aku tahu, dia sudah terangsang berat. Dia juga tampaknya sudah di bawah kendaliku. Aku menjadi semakin bernafsu.. kuminta dia hentikan sejenak kulumannya, lalu dengan penuh semangat dia membantuku melepas semua pakaiannya. Tak lama kami pun sudah sama-sama telanjang. Aku menelan ludahku berkali-kali ketika menatap tubuhnya yang nyaris bugil itu. Walaupun usianya sudah kepala 3 dan punya anak 2, tapi keindahan fisiknya tidak kalah dengan wanita-wanita yang lebih muda.
Setelah kami sama-sama telanjang, tanpa dikomando aku langsung menyergap bibirnya yang indah dan seksi itu. Sementara tanganku mulai bergerilya di payudaranya. Tak lama aku Bu Eka seperti lepas kendali… saling cium, peluk, raba, remas, dan sebagainya. Tubuhku yang masih berbalut cairan lulur menambah hangatnya pergumulan itu. Payudaranya yang besar terasa nikmat menempel di bukit dadaku. Bergetar nafsuku merasakan kekenyalan payudaranya itu.
“Aaah..” Bu Eka sedikit mengerang, sewaktu payudaranya kujelajahi. Aku membuat gerakan mencium, menyedot, menjilat, dan menggigit di kedua payudaranya. Bibir dan lidah kasarku bergerak berpindah-pindah. Terkadang bermain di payudaranya, di lain waktu bermain di leher, ketiak, dan wajahnya yang cantik. Tanpa kami sadari, posisi pergumulan ini sudah berubah, aku sekarang asyik menindihnya. Puas bermain di payudaranya, kutelusuri perutnya. Lidahku mulai bermain di perutnya yang langsing dan ramping itu. Semua detil kulit perutnya kucium, kujilati, dan kusedot-sedot. Tak lama lidahku pun meluncur ke bawah perutnya, ke arah paha dan betisnya. Aroma tubuh Bu Eka begitu harum. Mungkin karena dia suka melulur, tubuhnya juga ikutan harum.
Paha dan betisnya juga indah. Tidak tampak lemak sedikitpun pada keduanya. Tampaknya dia rajin berolahraga juga. Puas bermain di paha dan betisnya, lidahku pun mulai bergerak ke tujuan utamanya. Lidahku terus melata dan melata hingga akhirnya aku sampai di daerah kemaluannya.
Kutemukan bulu-bulu halusnya yang menyembul dari balik celana dalamnya. Sedikit usaha terlepas sudah celana dalamnya. Kelihatan bulu-bulu hitam menyembul di daerah kewanitaannya yang harum itu. Bulu-bulu hitam itu tampak rapi, tampaknya dia sangat telaten dalam mencukurnya. Aku mencoba melihat ke bawahnya, bulu-bulu hitamnya kusibakkan dan terlihat lubang kenikmatan yang berwarna merah muda menantang. Aku tidak tahan! Kujilati semuanya… bulu-bulunya, klitorisnya, lubang memeknya. Sisi-sisi memek Bu Eka tidak ada yang tidak kujilati. Semuanya basah oleh ludahku, aku hisap dan kujilat-jilat…
“Aahh… Oooh… aduh… aadduuhh nggak tahan… Pak..!”
”Ohhh… aahh… Paakkk… Ennaakhhh… Paakkhhh… Oohh… Uuuhh… Terusshhh…” Erangan nikmatnya menambah liar nafsuku. Tidak henti-hentinya kujilati memeknya dan kukulum klitorisnya. Kugigit-gigit kecil daerah memeknya sampai akhirnya… “Aahh… Aadduuhh… Oohh… Aaah…. Ssayaahh keluaaarrrsshh….” jerit nikmatnya. Sampailah dia di puncak ejakulasinya yang pertama. Kubiarkan dia beristirahat sambil kusedot habis cairan birahinya yang memancar keluar. Rasanya gurih agak sedikit asin dan manis. Karena aku masih tegang oleh nafsu birahi, begitu kurasa dia cukup beristirahat, kutarik tangannya agar dia duduk menghadap ke arahku. Akupun langsung berdiri. Segera kuarahkan kontolku yang masih haus sentuhan perempuan ini ke arah bibirnya…
“Slluurrppp… Whhomm… Wwhhomm… Whhommm…” dikulumnya sekali lagi kontolku. “Oooh… aahhh… bagusshh Buuuhh… terussshhh masukin semuanya… hisaappphh…. Buuhhss….” erangku saat merasakan kulumannya yang membuatku mabuk kepayang ini. Dari ujung kontol hingga ke bola-bolanya semua bersih dijilat, dihisap, dikulum, masuk-keluar… “Oohh… Bbuhhh… Aahsss… Ooohhss….”
Tidak puas dengan itu, kusuruh dia menjepit kontolku dengan payudaranya. Ternyata nikmat sekali rasanya kontolku dijepit oleh sepasang payudara besar yang indah dan montok ini.
”Aaahhh… aahhh… ooohhh… bagusshh… bangethhhss… toketthh Ibbuuhh…” ujarku penuh kenikmatan, sambil asyik memajumundurkan kontolku yang tengah dijepit rapat payudaranya.
”Ayo Pak… terus pompa adik kecilnya…” ujar Bu Eka dengan senyuman nakal menyemangatiku. Karena birahi kami sudah semakin memuncak, kutarik kontolku dari jepitan payudaranya. Berikutnya kembali kupagut dengan ganas bibirnya, lalu kudorong lembut tubuhnya untuk berbaring di atas matras olahraga itu. Pahanya kubuka, betisnya kusampirkan ke bahuku, hingga tampak lubang kenikmatannya terbuka. Pelan tapi pasti kudorong kontolku masuk ke liang surganya, sambil dituntun oleh tangan halusnya. “Blleepp…” sedikit basah… ”Sreet… blleep… Blleeppp…” kontolku maju-mundur, mencoba menembus lubang kenikmatan Bu Eka.
”Blleepp… ssrettt… bbleeppp…” Semakin lama semakin dalam aku benamkan kontolku, hingga menembus bagian dalamnya memeknya. Cairan birahi Bu Eka semakin banyak keluar. Cairan itu juga mempermudah kontol kesayanganku untuk menembus lapisan terdalam memeknya. Mulailah aku melakukan pemompaan. Semakin lama semakin cepat, kasar, dan bertenaga. ”Pllookk… Pllookkk… Plloookkk…” terdengar irama indah kala pahaku dan paha Bu Eka beradu akibat semakin kencangnya sodokan kontolku di memeknya.
”Sshhh… Oohhhss… Paakkhh… Paakhhh… Oohhhss… Ennaakhhh… Oohss…”
”Aahhsss… aaahhsss… apaahhh Bbuhh… yang ennaakhhhss…?”
”Paakkhhh… Oohhsss… Adikkhhh… kecilnyaahh… ennaakhhh…”
”Aahhss… aahhhss… yangg… beneerrsshh Bbuhhsss…?”
”Summpaahh… Paakhhh… Ennnaakhh… gilaahsss… terasaa… bangethhhss… Oouuhh…”
Kutatap Bu Eka yang sedang asyik berah, uh, oh kala kupompa liang surganya dengan kontolku. Wajah cantiknya tampak semakin menggemaskan. Mulutnya yang indah tampak komat-kamit dengan racauan nikmat yang terus terdengar. Payudaranya indah tampak bergoyang-goyang liar menantang. Tidak tahan melihat pemandangan itu, segera kupagut bibirnya, dan sesaat kami saling berpagutan dengan liar. Sepasang payudaranya tidak lepas kuremas-remas dan kujilati bergantian.
”Oouuhh… Bbuhhhss… Ibbuuhh… Suddaahh… laaammaahhh… nggaakk ngentothhss… yaaahhh…?”
”Iyaahh.. Paahhss.. oouuhh… yaahh… sayaahhh… sudaahh… lamaahh… nggaakk dientotsshhh… samaahhh lelakihhh…oouhhh”
”Emangnyaahhh kenapaahhh… Ouuhh… aahhh… aahhh… Paaakkhss…?”
”Ouuhh… aahhh… oohhh… inihhh… jepitannnyaahh… kerasaahhh… bangethhss…”
”Aahhh… aahhh… mmasaahh sihhss… Paakkhhss…?”
”Sumpaahhss… Bbuhhss… Ennakkhh… Gilaahhss… Sempiithhss.. Ohhss… assooyysshhh…”
”Ouuhh… paakkkhh… punyaaahhh… bapaakkhhh… jugaahhh… besarsshh bangethhss…”
”Iyaahh Bbuhh… benerrsshhh…?”
”Aahhh… oohhh… besaarrrhhh… keraasshhh… panjanggg laggihhh… oohhh…”
”Ennakhhh… Bbuhhh… Ennakhhh…?”
”Pasttihhh… Paakkkhhh… Bangethhss… Ennakkhhhss bangethsss…” ….
”Beruntungnyaahh… Bu Dianhhss… punyaaahhh… suamiihh… sepertihhss… Bapakkhh…”
”Udaahsss… gantenghhss… tinggihhh… machooo… oouhhh… aahhh… adiiikkhhh… kecilnyahhh… dahssyyatthh… ”
”Kalauuhhss… sayaahhss… beruntunghhss… kenallsshh..
Saamaahh… Ibbuhss…, cantikkhhss… seksiihh… wangihhss… memeknyahhss legithhss…”
”Aahhss… Oohhss… Bapakhhss… bisaahhh ajaahhss…”
Begitulah racauan birahiku dengan Bu Eka sambil asyik memompa dan dipompa. Ketika pandanganku berlabuh ke kaca di ruang olahraga itu, aku melihat bayangan lelaki dan perempuan yang sedang asyik bergumul beradu kelamin dengan keringat yang mengalir deras. Bayangan persetubuhan di cermin itu, membuat nafsuku semakin menggelora, dan akibatnya aku semakin ganas memompa kemaluanku di liang surganya Bu Eka. Setelah beradu kelamin cukup lama, sampailah Bu Eka di puncak orgasmenya yang kedua. Beberapa sodokan berikutnya, lalu… ”Oooohhhh… aaahhh… sayahhsss keluaaarrrssshh… Ppakkkhhh!” jeritnya dengan mata yang terbelalak.
Tubuhnya tampak berkejat-kejat karena gelombang orgasme yang menimpanya, sementara di bawah sana aku merasa kontolku seperti disiram cairan hangat dari bibir rahimnya. Kuperlambat tempo sodokan kontolku, hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kubiarkan Bu Eka untuk beristirahat sejenak, tanpa melepaskan kontolku dari jepitan memeknya. Kuciumi Bu Eka, bibir, leher, dan payudaranya. Bu Eka membalas mesra tindakanku dengan mengelus-elus rambut dan kepalaku. Tak lama beristirahat, giliran Bu Eka yang berinisiatif. Ditariknya kontolku keluar dari memeknya, dan mulai dikulumnya kembali. Tanpa rasa jijik kontolku yang masih belepotan cairan ejakulasinya, keluar-masuk bibirnya yang indah itu. Pelan tapi pasti nafsu birahiku naik kembali.
Sambil terus mengerang nikmat, kuminta Bu Eka menyudahi kulumannya, lalu kuminta Bu Eka naik ke atas pangkuanku. Dengan antusias dan wajah nakal, Bu Eka segera mengarahkan kontolku ke kemaluannya. Setelah digesek-gesekkan beberapa saat, lalu… ”Blleeppp… bblleepp… blleepp…” masuk sudah kontolku ditelan memeknya kembali. ”AAAAAHHHHH….!!!” erangan nikmat kami terdengar bersamaan, mengiringi amblasnya kontolku ditelan liang surganya.
Mulailah kami memompa dan dipompa. Sodokan kontolku semakin lama semakin cepat, sementara Bu Eka naik-turun semakin liar… sepasang tanganku tidak lepas mempermainkan payudaranya yang bergoyang-goyang liar. Meraba, meremas, memuntir puting susunya, bergantian dengan bibir dan lidahku. Bu Eka tidak mau kalah action denganku. Jari-jemarinya yang berkuku panjang tapi terawat, dia cakarkan ke kulit dada, bahu dan punggungku yang liat. Bibirnya membuat cupangan di bahu, dan dadaku. Puting susuku yang besar ini sudah basah kuyup karena jilatan lidahnya. Tidak puas dengan itu, tangan kirinya bergerak turun untuk meremasi kantung spermaku. Sesekali kami asyik berpagutan bertukar lidah dan menghisap bibir-bibir lawannya.
Tak lama kemudian, dengan semakin tingginya intensitas persetubuhan kami, sampailah Ibu Eka di puncak orgasmenya yang ketiga. Seperti tadi, dia menjerit nikmat dengan tubuh yang berkejat-kejat akibat terpaan gelombang orgasmenya. Rupanya posisi kali ini merupakan titik lemahnya Bu Eka. Kalau tadi dia baru keluar setelah 30 menit kupompa memeknya, pada posisi kali ini tidak lebih dari 15 menit, dia sudah sampai di puncaknya. “Ppaakkkhhh… saaayyyaaahhh… keluaarrrsshhh….!!!”
Kulirik jam tanganku. Sudah menunjukkan pukul 5 lebih 10. Karena aku masih belum keluar, kuminta dia untuk menungging. Kuuruh dia berpegangan pada palang barbel seberat 50 kg yang biasa kupakai untuk berolahraga. Aku ingin menyetubuhinya dengan gaya anjing. Lubang pantatnya kelihatan jelas, aku gosok-gosokkan kontolku di lubang duburnya, sambil kontolku turun ke bawah mencari lubang kenikmatan Bu Eka. Kuintip sejenak lubang memeknya, gila! Bagaikan sumur dalam yang tidak ada ujungnya. Aku segera mengarahkan senjataku tepat di lubang surganya, lalu…
“Aahhhh…”
“Blesshhh… bllesshhh… blleeppp… Sreet… bleep…” kontolku dengan lancarnya tertelan lubang memeknya. Lalu mulai kupompa Bu Eka… “Bleepp… sreet….”
terdengar bunyi kontolku dan memek Bu Eka, bersatu padu.
“Aahh.. aahhh… aduhhhss… Pakkhh….” Bu Eka menjerit-jerit kecil. Pada posisi ini aku benar-benar seperti kuda liar, lepas kendali. Sepasang tanganku tidak henti-hentinya meremasi payudaranya yang bergoyang-goyang liar itu. Sementara sepasang tanganku asyik menampar-tampar pantatnya bergantian hingga tak lama kulit pantatnya yang putih berubah menjadi kemerahan karena ulah nakal tanganku ini. Gerakan sodokanku kupercepat, karena aku ingin membuatnya keluar kembali. Kurasakan memeknya mulai membasah tanda dia kembali terangsang akibat sodokan kontolku di memeknya.
”Aaahhh… Paakhhhss… oohhh… ayyoohh… terusshhh… Paakhhhss…” terdengar raungan nikmat Bu Eka, menyusul semakin gencarnya irama sodokanku di liang surganya. Dia tidak henti-hentinya meracau, dan memberiku semangat agar lebih ganas lagi. Akibatnya konsentrasiku hilang. Tidak sampai memompa 30 menit, aku pun mulai merasakan akan keluar. Dengan nafas yang mendengus-dengus, aku meracau… ”Hhuuhh… hhhohhh… hhhohhh… Bbuhhh… Bbuhhh… Ekkaahhhss… akkuuhh mauuhh… kkeluaarr…nnihhh”
”Oohhh… aaahhh… aayoohhh… Paakhhh… sayaahhhss… jugaaahhh mauuhhh keelluuarrsshhh…”
”Ooouhh… aahhh… hhohhh… hhhohhh… di dalammhhss… atauhhhsss… di luarsshhh Bbuhhh…?”
”Aahhhsss… Oouuhhh… Aaahhsss… Ddiii ddaalaammsss saajaahhh… Paakkhhh…”
Lima menit kemudian dengan perasaan yang melayang-layang, sampailah aku dan Bu Eka di puncak kenikmatan dengan tempo yang bersamaan. “Aahh… oohh… oohhh… ssaayaahhh… kkeeluuaarrss Bbuhh…!”
”Oouhhh… aahhhh… oohhh… ssaayaaahhss jugaahh kkeeluaarrrsshhh…!!”
”Croot… croottt… ccroottt!!” Kontolku muntah berkali-kali di lubangnya. Mungkin ada sekitar 6 kali semburan spermaku di memeknya. Terasa hangat sekali di permukaan kulit kontolku. Tampaknya selain spermaku, kontolku juga tersiram cairan birahi Bu Eka yang meleleh keluar dari dalam rahimnya. Untuk sesaat kubiarkan kontolku terbenam di memeknya. Kupastikan agar tidak ada sisa sperma yang tertinggal di kepala kontolku. Saat itulah aku merasa kontol kebanggaanku itu disedot-sedot. Ternyata itu ulah nakal Bu Eka, yang sengaja memainkan lubang nikmatnya.
Sesudahnya, Bu Eka berbalik lalu kami pun asyik berpagutan. Sesaat kami asyik berpagutan sambil berpelukan mesra sebelum akhirnya kami segera bergegas untuk berbenah.
Jam 09.00 malam istriku sampai di rumah, di antar supir kantornya. Panjang lebar dia cerita tentang kegiatannya hari itu dengan istri bosnya pemilik perusahaan. Sambil terus mengoceh, dia melihat tubuhku dan memujinya;
“Papa tambah gagah lho… kulit papa tampak putih dan bersih… Pinter ya Pa, Bu Eka melulurnya?”
Aku hanya mengangguk saja. ”No comment!” Padahal dalam hati, pikiranku melayang membayangkan lubang Bu Eka!
Untungnya sebelum kami berpisah tadi, aku menawarinya untuk bercinta lagi di lain waktu dan Bu Eka menanggapinya dengan antusias… 

sumber:www.krucil.com

No comments:

Post a Comment